Yang membuat galau atau dilema pemerintah, dikatakan Sri Mulyani adalah tingkat akurasi data masyarakat dan pelaku usaha yang terdampak. Dengan kendala tersebut maka pemerintah tidak bisa menjamin kebijakan yang sudah diputuskan dapat berjalan dengan baik.
Kedua, kebijakan yang diambil pemerintah di masa pandemi dihadapkan pada situasi kecepatan dan akurasi. Pasalnya bila pemerintah mengandalkan kecepatan saja tanpa akurasi, maka kebijakan ini bisa jadi akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah Indonesia bergerak cepat untuk membuat Perppu Nomor 1 Tahun 2020 agar para pengambil kebijakan memiliki fleksibilitas atau cepat menyesuaikan kebijakannya dengan kondisi yang terjadi.
Sebab, Sri Mulyani menyebut mengibaratkan pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini datang tanpa diundang atau tidak pernah diperkirakan sehingga membuat galau atau dilematis pemerintah dalam mengambil kebijakan.
"Pemerintah perlu membantu mereka secara cepat karena COVID itu tidak pakai kata pengantar, dia langsung naik dan memukul, maka kecepatan menjadi penting. Namun kita tahu mungkin akurasinya tadi yang ini inclusion exclusion error datanya belum sempurna. Oleh karena itu, pilihan untuk tetap melakukan sambil memperbaiki akurasi data diambil," katanya.
"Maka di dalam suatu pembuatan keputusan, fleksibilitas sangat penting. Kami bersama dengan DPR terus menyampaikan bagaimana APBN bisa didesain supaya cukup fleksibel namun tetap akuntabel," tambahnya.
(hek/eds)