Jakarta -
Pemerintah mengaku sempat 'galau' atau dilema dalam mengambil kebijakan untuk menangani masalah pandemi COVID-19 yang sudah terjadi sejak Maret 2020. Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjadi pembicara kunci di acara Anti Corruption Summit-4 2020 secara virtual.
Kegalauan atau dilematis pemerintah, dikatakan Sri Mulyani karena pemerintah harus selalu hadir di tengah pandemi yang faktanya berdampak besar bagi sektor kesehatan, ekonomi, sosial, dan keuangan.
"Namun pertanyaannya hadir seperti apa? Dan inilah dilema yang harus diatasi dan dihadapi. Tidak ada situasi yang ideal," kata Sri Mulyani, Rabu (18/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani mengungkapkan, di tengah krisis kesehatan ini pemerintah harus cepat mengambil kebijakan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Namun, pandemi COVID-19 merupakan kejadian yang baru pertama kali terjadi di dunia dan banyak negara termasuk Indonesia yang memiliki pengalaman dalam mengatasi wabah yang bermula dari China ini.
"Apakah policy didesain dengan mengandalkan data historis saja atau kita mendesain berdasarkan apa yang mungkin terjadi. Ini pun bisa menjadi masalah kalau dilihat secara hukum saja karena banyak perkara hukum ditanyakan datanya tidak menyatakan begitu. Itu hanya forecast tapi forecast itu adalah cara untuk antisipasi," ujarnya.
Yang membuat galau atau dilema pemerintah, dikatakan Sri Mulyani adalah tingkat akurasi data masyarakat dan pelaku usaha yang terdampak. Dengan kendala tersebut maka pemerintah tidak bisa menjamin kebijakan yang sudah diputuskan dapat berjalan dengan baik.
Kedua, kebijakan yang diambil pemerintah di masa pandemi dihadapkan pada situasi kecepatan dan akurasi. Pasalnya bila pemerintah mengandalkan kecepatan saja tanpa akurasi, maka kebijakan ini bisa jadi akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah Indonesia bergerak cepat untuk membuat Perppu Nomor 1 Tahun 2020 agar para pengambil kebijakan memiliki fleksibilitas atau cepat menyesuaikan kebijakannya dengan kondisi yang terjadi.
Sebab, Sri Mulyani menyebut mengibaratkan pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini datang tanpa diundang atau tidak pernah diperkirakan sehingga membuat galau atau dilematis pemerintah dalam mengambil kebijakan.
"Pemerintah perlu membantu mereka secara cepat karena COVID itu tidak pakai kata pengantar, dia langsung naik dan memukul, maka kecepatan menjadi penting. Namun kita tahu mungkin akurasinya tadi yang ini inclusion exclusion error datanya belum sempurna. Oleh karena itu, pilihan untuk tetap melakukan sambil memperbaiki akurasi data diambil," katanya.
"Maka di dalam suatu pembuatan keputusan, fleksibilitas sangat penting. Kami bersama dengan DPR terus menyampaikan bagaimana APBN bisa didesain supaya cukup fleksibel namun tetap akuntabel," tambahnya.