Ekonom Rizal Ramli pun angkat suara. Eks Menko Kemaritiman di pemerintahan Presiden Jokowi periode I menyatakan utang pemerintah semakin menumpuk dan parah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah penyataan Rizal benar? Apakah bunga surat utang semakin mahal?
Kalau benar, maka bisa jadi mencemaskan. Sebab mayoritas utang Indonesia adalah dalam bentuk obligasi alias Surat Berharga Negara (SBN). Per akhir September 2020, utang dalam SBN adalah Rp 4.892,57 triliun atau hampir 85% dari total utang pemerintah.
Namun kalau melihat data di pasar, sejatinya bunga SBN semakin rendah. Ini terlihat dari imbal hasil (yield) SBN yang bergerak turun.
Pada 20 November 2020 pukul 12:40 WIB, yield SBN seri acuan tenor 10 tahun berada di 6,208%. Sejak akhir 2020 (year-to-date), yield instrumen ini turun 89 basis poin (bps).
Bahkan ke depan sangat mungkin yeld akan terus turun. Citi memperkirakan yield SBN tenor 10 tahun bisa terkoreksi sampai ke kisaran 5,8%.
"Kami mengambil posisi overweight terhadap obligasi pemerintah Indonesia. Kami memperkirakan yield SBN 10 tahun akan melandai dan turun ke kisaran 5,8%," sebut riset Citi.
Proyeksi itu bukan ngadi-ngadi. Investor memang semakin nyaman memegang SBN. Kepercayaan yang meningkat ini menurunkan premi risiko terhadap obligasi pemerintah, yang dicerminkan dalam Credit Default Swap (CDS).
Saat kepercayaan investor semakin tinggi, maka minat terhadap SBN tentu mengikuti. Peningkatan permintaan akan menurunkan yield, dan kemudian kupon yang harus dibayar oleh pemerintah. Beban utang pun bakal lebih ringan.
Simak Video "Utang Pemerintah Bengkak, Ini Penjelasan Sri Mulyani"
[Gambas:Video 20detik]
(ang/ang)