Sri Mulyani menjelaskan, untuk mengambil pembiayaan atau utang tidak dilakukan begitu saja. Menurut dia, harus ada persetujuan dari Presiden hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Adapun, pengelolaan utang pun harus dilakukan secara hati-hati.
"Pilihannya, Menkeu bilang presiden, kabinet, DPR, APBN nggak dibikin sendiri, tapi dibikin rencana, disampaikan ke kabinet, dibahas presiden, menteri, wapres, dan seluruh menteri, nanti menteri bilang kebutuhannya masing-masing," kata Sri Mulyani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumber utama penerimaan negara adalah pajak, bea dan cukai, PNBP, dan juga hibah. Di tengah pandemi COVID-19, dia menyebut kebutuhan belanja negara meningkat drastis sehingga untuk menutupi atau memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah harus mencari sumber pembiayaan lainnya.
"Kalau tetap kurang, utang. Agar tidak menyusahkan cari utang yang baik," jelasnya.
Menurut Sri Mulyani kebijakan penarikan utang atau pembiayaan tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saja melainkan banyak negara sekalipun itu negara maju. Apalagi di tengah pandemi COVID-19 yang mana semua negara meningkatkan belanjanya untuk memutus rantai penyebaran dan memulihkan ekonominya.
"Kalau kalian lihat film Korea, kayanya negaranya lebih kaya dari kita, kira-kira dia kekurangan uang untuk belanja? ya kekurangan banget, ya utang juga," katanya.
"Kalau ke Dubai kayaknya negara luar biasa, kotanya semua gedung pencakar langit dan Eropa, Prancis, Inggris, Spanyol, Italia, sebutin negara yang kalian ingat dan kunjungi kira-kira neg itu punya utang nggak? pasti punya utang," tambahnya.