Sri Mulyani Sebut yang Ngutang Makin Dikit, Dunia Usaha Jadi Pingsan

Sri Mulyani Sebut yang Ngutang Makin Dikit, Dunia Usaha Jadi Pingsan

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 08 Des 2020 11:31 WIB
Sri Mulyani
Foto: Angling Adhitya Purbaya
Jakarta -

Pandemi COVID-19 telah menghantam seluruh sektor ekonomi. Dunia usaha yang menjadi pelaku ekonomi juga menghadapi situasi sulit hingga membuat mereka pingsan

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, situasi sulit di masa pandemi bisa dilihat dari sektor keuangan terutama perbankan yang mengalami tekanan luar biasa. Hal itu tercermin dari hampir tidak adanya pertumbuhan penyaluran kredit.

"Selain mereka harus melakukan tadi PSAK 71, mereka lihat risiko kredit memang melonjak tinggi sekali. Maka kredit growth menurun, kredit growth sekarang ini hampir di level 0% atau bahkan negatif. Growth kredit yang sangat lemah tidak akan mungkin mendorong ekonomi kita dan ekonomi tidak mungkin hanya didorong dengan APBN sendiri," terangnya dalam acara Business, Finance & Accounting Conference yang digelar IAI, Selasa (8/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan tidak adanya pertumbuhan kredit merupakan alarm tanda bahaya. Sebab artinya para korporasi tidak melalui bisnisnya. Sri Mulyani menyebutnya kondisi dunia usaha sedang pingsan.

"Maka situasi sekarang ini kita harus kembali atau berupaya bagaimana sektor-sektor keuangan dan korporasi kembali bisa melakukan bisnisnya. Secara hati-hati, namun harus mulai pulih, karena kalau terlalu lama dia pingsan ekonominya juga pingsan," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Bagaimanapun caranya, dunia usaha baik korporasi maupun perbankan harus segera siuman. Jika tidak akan menjalar ke ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Artinya, lanjut Sri Mulyani, perbankan harus mulai menyalurkan kredit. Di sisi lain para korporasi juga harus mulai berani mengambil kredit. "Nah kalau yang satu nggak berani mengambil kredit, yang satunya tidak berani memberi kredit maka ekonominya akan pingsan," tuturnya.

Lanjut halaman berikutnya>>>

Hal itu lah yang mendasari pemerintah bersama dengan OJK untuk memberikan relaksasi kredit. Pelaku usaha termasuk UMKM bisa tidak membayar utang pokoknya selama 6 bulan atau 9 bulan.

"Untuk usaha kecil bahkan bunganya dibayar disubsidi oleh pemerintah. Sehingga mereka tidak mengalami tekanan dari sisi pembayaran kreditnya. Untuk usaha kecil pun kita memberikan yang disebut jaminan pinjaman modal kerja," terangnya.

Di sisi perbankan, pemerintah juga terlindungi dengan jaminan pinjaman modal kerja itu. Sebab jika rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) naik tidak mempengaruhi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

"Kami menyadari bahwa kebijakan ini adalah kebijakan extra ordinary. Selalu ada dilema antara memberikan jaminan perlindungan versus terjadinya moral hazard. Ini adalah sesuatu yang harus dikalkulasi resikonya antara kebutuhan untuk memulihkan ekonomi, namun di sisi lain kita tetap hati-hati kemungkinan terjadinya tadi kejahatan atau moral hazard," tutupnya.


Hide Ads