Pria Muda Ini Jadi Miliarder Baru Gara-gara Usaha 'Ngutang'

Pria Muda Ini Jadi Miliarder Baru Gara-gara Usaha 'Ngutang'

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 08 Des 2020 12:45 WIB
ilustrasi startup
Ilustrasi/Foto: Internet

Setelah Afterpay diluncurkan pada akhir 2014, bisnis ini mengalami pertumbuhan yang cepat. Konsumen yang tidak memiliki uang tunai menyukai model cicilan yang sama, sementara pengecer yang ingin meningkatkan penjualan, dengan senang hati membayar sedikit biaya untuk masuk ke platform.

Dalam dua tahun, Afterpay berhasil mengumpulkan hampir A$ 25 juta di Bursa Efek Australia dalam penawaran umum perdana yang kelebihan permintaan.

Namun, pertumbuhan pesat Afterpay belum sepenuhnya diterima dengan baik. Kritikus berpendapat bahwa perusahaan mendorong belanja konsumen yang berlebihan dan tidak berkelanjutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di satu sisi, kami dapat memposisikannya sebagai bagaimana platform Afterpay memungkinkan konsumen untuk lebih sadar dan berhati-hati tentang pengeluaran mereka. Tapi kemungkinan orang juga bisa berbelanja lebih banyak dari kemampuan keuangannya, " kata Hianyang Chan, konsultan senior di Euromonitor, Sydney.

Saat ini platform seperti Afterpay, Affirm dan Klarna berada di luar undang-undang kredit konsumen di sebagian besar negara.

ADVERTISEMENT

Molnar menjelaskan Afterpay saat ini sedang berdiskusi dengan regulator untuk menyelesaikan masalah tersebut. Afterpay melaporkan selama 2020, 90% transaksinya dibayar tepat waktu. Secara keseluruhan, biaya keterlambatan bayar kurang dari 14% dari total pendapatan perusahaan.

Pada tahun 2020, pendapatan perusahaan berlipat ganda menjadi US$ 382 juta dan kerugian hampir setengahnya menjadi US$ 16,8 juta. Molnar ingin fokus untuk memperluas penggunaan Afterpay. Target utama perusahaan masuk ke AS, Inggris, dan Eropa.

Molnar pun berencana untuk pindah ke AS untuk memimpin ekspansi internasional Afterpay, sementara co-CEO-nya, Eisen, akan terus berbasis di Australia.


(eds/eds)

Hide Ads