Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China mulai kesulitan dan gagal bayar utang. Efeknya bisa menghambat pemulihan ekonomi China setelah pandemi COVID-19.
Tak hanya ekonomi China yang terdampak, ekonomi global pun diperkirakan kena getahnya. Memangnya berapa jumlah utangnya yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat?
Berdasarkan data Fitch Ratings, utang perusahaan milik negara China sebesar 40 miliar yuan (Rp 85,4 triliun) akan jatuh tempo mulai Januari hingga Oktober 2021. Jumlahnya bengkak dua kali lipat dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah semakin pelik dalam beberapa pekan terakhir. Beberapa perusahaan besar yang bermitra dengan perusahaan internasional mulai mendaftarkan kebangkrutan.
Beberapa di antaranya adalah Brilliance Auto Group yang bermitra dengan BMW, produsen chip ponsel pintar Tsinghua Unigroup, juga Yongcheng Coal and Electricity.
Ketiganya daftar perlindungan kebangkrutan dan dinyatakan gagal bayar utang bulan lalu. Akibatnya harga obligasi China turun, bunganya meroket, dan pasar saham juga ikut-ikutan ambles gara-gara saham-saham BUMN China terjun bebas.
Mengapa imbasnya sangat besar? Karena perusahaan-perusahaan ini sangat erat hubungannya dengan pemerintah China.
Apalagi biasanya perusahaan-perusahaan yang gagal bayar ini sangat bisa diandalkan di momen-momen yang penuh ketidakpastian seperti sekarang ini.
Investor mulai khawatir jika Pemerintah China tidak lagi bisa membantu para perusahaan ini sehingga posisinya semakin rentan setelah gagal bayar utang.
Seberapa besar pengaruh BUMN China ke ekonomi dunia? Lihat di halaman selanjutnya.