10 Ritel Raksasa yang Bangkrut di 2020 Gara-gara Corona

10 Ritel Raksasa yang Bangkrut di 2020 Gara-gara Corona

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 28 Des 2020 15:41 WIB
jcpenney
JCPenney/Foto: Dok. Reuters
Jakarta -

Sebanyak 10 ritel bangkrut selama 2020. Banyaknya jumlah ritel yang bangkrut akibat pandemi COVID-19 tahun ini menjadi tertinggi selama 11 tahun.

Beberapa ritel bahkan sebelum pandemi melanda telah tertatih-tatih dalam mempertahankan bisnisnya. Kini pandemi memperburuk keadaan mereka. Kebijakan lockdown yang diberlakukan sejak Maret lalu telah memperpanjang penutupan toko dan membuat penjualan ritel terus merosot.

Dikutip dari CNBC, Senin (28/12/2020) berikut ini deretan ritel besar yang telah menyatakan bangkrut pada 2020.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. JCPenney

J.C. Penney mengajukan perlindungan kebangkrutan pada pertengahan Mei. Namun, sebelum pandemi COVID-19 melanda perusahaan telah dibebani oleh utang. Kini utang yang harus dilunasi perusahaan sebesar US$ 10 miliar. Namun aset yang kini dimiliki perusahaan hanya US$ 5 miliar.

Sejak menyatakan bangkrut Penney, yang mempekerjakan sekitar 90.000 pekerja penuh dan paruh waktu menutup lebih dari 150 lokasi. Sedangkan 15 toko lainnya akan tutup pada Maret 2021.

ADVERTISEMENT

2. Neiman Marcus

Toko serba ada kelas atas menyatakan bangkrut pada Mei lalu, menjadi salah satu ritel paling terkenal yang runtuh selama pandemi. Utang yang harus dibayar perusahaan sebesar US$ 5 miliar.

Sebagai bagian dari restrukturisasi, Neiman telah menutup beberapa toko, termasuk toko besar di Hudson Yards, New York yang hampir tidak dibuka selama setahun. Selama tiga tahun ke depan, perusahaan telah mengalokasikan lebih dari US$ 160 juta untuk diinvestasikan di tokonya, termasuk merenovasi toko andalannya di Dallas.

3. Guitar Center

Guitar Center memulai bisnisnya di Hollywood pada 1950-an dengan menjual peralatan rumah, dan tumbuh menjadi ritel terbesar yang menjual alat musik. Tetapi penutupan toko akibat pandemi merugikan perusahaan, karena pembeli beralih ke online untuk membeli instrumen musik

Pengecer, yang mempekerjakan sekitar 13.000 orang, menyatakan bangkrut pada akhir November dengan beban utang sebesar US$ 1 miliar. Upaya pemulihan pun baru mulai terbentuk. Pada awal Desember, rencana restrukturisasi Guitar Center disetujui oleh pengadilan, dan diperkirakan akan keluar dari kebangkrutan pada 31 Desember 2020.

Ritel dan pemangku kepentingan mencapai kesepakatan restrukturisasi yang memotong utang perusahaan hampir US$ 800 juta dan mengumpulkan sebanyak US$ 165 juta dalam ekuitas baru.

4. Tailored Brands

Tailored Brands, pemilik Men's Wearhouse dan Jos. A. Bank, menyatakan bangkrut pada Agustus lalu. Beban utang yang dimiliki perusahaan sebesar US$ 1 miliar. Namun pada awal Desember perusahaan berhasil pulih dan telah memangkas utang sebesar US$ 686 juta

Jatuhnya Tailored Brands dalam jurang kebangkrutan disebabkan transformasi bekerja di kantor ke rumah (WFH) yang mengakibatkan menurunnya minat pakaian kerja seperti jas dan dasi.

Sekitar sebulan sebelum menyatakan bangkrut, Tailored Brands mengumumkan akan menutup sebanyak 500 toko dan memangkas tenaga kerja korporatnya sebesar 20%.

5. Ascena Retail

Induk perusahaan dari Ann Taylor dan Loft, Ascena Retail Group, menyatakan bangkrut pada bulan Juli. Didirikan pada 1962, perusahaan ini berkembang menjadi salah satu penjual pakaian wanita terbesar di negara AS.

Namun penjualannya menyusut dari hampir US$ 7 miliar pada 2016 menjadi US$ 5,5 miliar pada tahun fiskal 2019. Kebangkrutan yang diajukan Juli lalu membuat ritel ini mendapatkan beban utang sebesar US$ 1 miliar.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

6. GNC

Meskipun telah memotong jumlah toko dan mengalihkan investasi ke digital, GNC pada akhirnya masuk ke jurang kebangkrutan pada Juni lalu. GNC mengatakan pandemi memperburuk keuangan perusahaan. Saat menyatakan bangkrut, ritel ini menambah toko yang tutup dari 800 menjadi 1.200 toko.

Dalam upaya memulihkan keuangan perusahaan, September lalu pengadilan menyetujui GNC dijual ke perusahaan Harbin Pharmaceutical Group yang berbasis di China seharga US$ 770 juta.

7. J.Crew Group

Perusahaan pakaian J. Crew telah menyatakan bangkrut pada awal Mei dan menjadi kebangkrutan ritel besar pertama selama pandemi. Utang yang menjadi beban perusahaan lebih dari US$ 1 miliar.

Namun, pada September lalu, perusahaan tersebut bangkit dengan mengalihkan kepemilikan ritel ke sekelompok pemberi pinjaman, yang dipimpin New York Anchorage Capital Group. Selain itu perusahaan juga berhasil mendapatkan kesepakatan pemotongan beban utang.

8. Brooks Brothers

Brooks Brothers, salah satu ritel pakaian tertua di AS dan telah mengajukan bangkrut pada Juli lalu. Masuknya perusahaan ke jurang kebangkrutan disebabkan mahalnya harga sewa toko selama bertahun-tahun, dan pandemi yang menurunkan penjualan ritel.

Dalam kebangkrutan, beban utang yang dimiliki Brooks sebesar US$ 500 juta. Selain itu dalam pemulihan, perusahaan mencari pemilik baru ketika mulai menutup belasan toko.

Pada bulan September, pemilik mal Simon dan perusahaan lisensi pakaian, Authentic Brands Group, mengakuisisi Brooks Brothers. Mereka membayar US$ 325 juta dan berjanji untuk tetap membuka setidaknya 125 lokasi untuk bisnis.

9. Stein Mart

Rantai pakaian dan aksesori Stein Mart, menyatakan bangkrut pada bulan Agustus. Sebelum pandemi Stein Mart sudah berjuang dengan beban utang yang cukup banyak. Kini akibat pandemi yang makin memperburuk perusahaan, beban utang perusahaan menjadi U$ 1 miliar.

Awal bulan ini, firma investasi Retail Ecommerce Ventures yang berbasis di Miami mengakuisisi Stein Mart senilai US$ 6,02 juta. SteinMart.com diperkirakan diluncurkan kembali pada awal 2021.

10. Pier 1 Imports

Ritel yang menjual barang rumah tangga Pier 1 Imports mengajukan kebangkrutan pada bulan Februari, setelah hampir 60 tahun menjalankan bisnisnya.

Rencananya untuk menemukan pembeli tidak berhasil, karena pandemi memburuk pada bulan Maret, akhirnya beban utang yang dimiliki perusahaan menjadi sebesar US$ 250 juta.


Hide Ads