Soal Imbas 'PSBB Ketat' Jawa Bali, Begini Gambarannya

Soal Imbas 'PSBB Ketat' Jawa Bali, Begini Gambarannya

Hendra Kusuma - detikFinance
Jumat, 08 Jan 2021 08:15 WIB
Satpol PP menggelar sidak di kawasan Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara. Aktivitas tersebut dilakukan untuk memantau protokol kesehatan di dalam mal.
Foto: Pradita Utama

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan perekonomian Indonesia akan lebih buruk jika kebijakan pembatasan baru atau PSBB di wilayah Jawa dan Bali tidak dilakukan.

Hal itu diungkapkannya saat konferensi pers tentang realisasi pelaksanaan APBN tahun anggaran 2020 secara virtual, Rabu (6/1/2021). Dia menyadari, kebijakan pembatasan baru ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi di tahun 2021.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun kalau itu tidak dilakukan dan getting worse juga perekonomian juga akan buruk, jadi pilihannya tidak terlalu banyak," kata Sri Mulyani.

Keputusan pemerintah menerapkan PSBB di Jawa-Bali juga karena kasus positif Corona di Indonesia terus bertambah setiap harinya. Oleh karena itu, pembatasan baru merupakan keputusan bagi pemerintah untuk menekan penyebaran COVID-19.

ADVERTISEMENT

Dia mengungkapkan, pemberlakuan PSBB pada awal Maret secara nasional dan pada September yang diberlakukan oleh DKI Jakarta sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Namun hal itu menjadi satu-satunya pilihan pemerintah untuk menangani kasus penyebaran COVID-19.

"COVID ini memang harus dikelola secara luar biasa makanya istilah gas dan rem sangat penting. Kalau lihat eskalasi kasus yang mengharuskan kita semua harus kembali menerapkan disiplin (pembatasan baru) untuk turunkan kasus maka akan ada dampak terhadap perekonomian," ujarnya.

Meski demikian, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meminta agar masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun. Dengan begitu pemberlakuan pembatasan baru akan berjalan efektif.

Beberapa ekonom menilai, pembatasan baru ini membuat pemulihan ekonomi nasional semakin lambat. Bahkan, kebijakan tersebut bisa membuat ekonomi Indonesia kembali negatif di kuartal I-2021.

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai, laju perekonomian yang semakin rendah akibat kebijakan pembatasan ini merupakan konsekuensi yang harus diambil pemerintah.

"Saya keseluruhan memang ada potensi pertumbuhan ekonomi akan negatif di kuartal I, tapi ini harga yang harus dibayar pemerintah jika ingin tetap memberikan atau tetap ingin pertumbuhan ekonomi bisa pulih lebih cepat, karena selama penanganan kesehatannya lambat maka pemulihan ekonomi akan berjalan lambat," kata Yusuf.


Hide Ads