Pasokan Pupuk Disorot, Ada Kendala di Mana?

Pasokan Pupuk Disorot, Ada Kendala di Mana?

Tim detikcom - detikFinance
Kamis, 21 Jan 2021 21:17 WIB
pupuk
Foto: shutterstock

Kebijakan Politik Subsidi

Kedua, kebijakan distribusi pupuk tak lepas dari aspek ekonomi dan politik. Dinamika pemikiran ketahanan pangan menjadi visi APBN dalam politik anggaran pertanian. Ketahanan pangan diinterpretasikan dengan banyak cara, sehingga istilah ketahanan pangan sering memicu perdebatan Komisi IV di DPR RI yang sering memojokkan manajemen PT Pupuk Indonesia jika kelangkaan pupuk subsidi di pasaran.

"Apalagi, APBN 2020 alokasi anggaran subsidi pupuk yang diterima Kementerian Pertanian sebesar Rp 26,3 triliun untuk 7,95 juta ton pupuk tanaman padi dan hortikultura seluas 7,1 juta hektar. Padahal, pagu anggaran 2020 satuan kerja (satker) Kementerian Pertanian telah menghitung ulang alokasi pupuk subsidi. Namun, Kementerian Keuangan memblokir 2,17 juta ton ajuan anggaran 2020 Kementerian Pertanian yang jumlahnya lebih rendah jika dinisbahkan anggaran 2019 sebesar Rp 29 triliun untuk 9,55 juta," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masalah pun muncul, di tolaknya permintaan kenaikan anggaran pupuk yang diperuntukkan bagi antisipasi kelangkaan pupuk bersubsidi, kini menguak di masa tanam 2021.

Siapakah yang harus bertanggungjawab? Perbedaan rilis data lahan terbaru dan pemblokiran anggaran Kementerian keuangan dengan alasan validasi data lahan baku sawah dari Kementerian Anggaran dan Tata Ruang (ATR), lahan seluas 7,46 juta hektar sudah tidak teralokasi pupuk bersubsidi untuk petani tambak.

ADVERTISEMENT

"Perbendaan pandangan lintas Kementerian menandakan politik anggaran subsidi pupuk tidak terkoordinasi dengan baik di level satker. Sontak, Sudin pun geram dari Komisi IV DPR dan meminta Pemerintah pecat direksi BUMN yang mengelola pupuk subsidi. Sikap anggota DPR yang bernama Sudin ternyata tak paham mekanisme penyaluran pupuk subsidi, bahkan gelap kalau stok pupuk digudang produsen pupuk melimpah ruah," ujarnya.

Berifikirnya pragmatisme dan stereotype, sehingga apa dikemukakan menandai kelebihan dan kekurangan wawasannya tentang politik distribusi pupuk. Praktis itu pun sama halnya merendahkan dirinya sendiri sebagai anggota dewan.

"Apalagi, dengan pongah anggaran Rp 33 triliun dari APBN kelangkaan pupuk harus clear and clean. Padahal jika Sudin paham strategi besar sasaran pertumbuhan ekonomi, ia akan bisa bijak bestari ikut mencarikan solusi bagaimana pupuk untuk program swasembada beras yang menopang poverty alleviation direct strategy (strategi langsung mengentaskan kemiskinan)," tambahnya.

Bukan sebaliknya, bermimpi ingin mengulang sukses masa lalu ketika pengusaha asing diberikan kebebasan seluas-luasnya di era Orde Baru atas nama investasi UU PMA No 8 Tahun 1968 membangun pabrikan yang terkait pupuk. Mungkin, ia ingin menyaksikan jatuh-bangun kabinet di era Orde Lama karena masalah produksi beras anjlok dan tiadanya pupuk dipasaran.

Perlu di ketahui, pupuk dalam ketahanan pangan hanya berkontribusi 10%. Selebihnya 90% adalah faktor ekonomi dan politik. Relasi itu penting diketahui bahwa mekanisme penyaluran pupuk subsidi dari lini I hingga IV oleh PT Pupuk Indonesia telah menjunjung tinggi akuntabilitas, good corporate governance dan value meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Jajaran direksi PT Pupuk Indonesia (persero) di bawah binaan BUMN bertekad menjaga kesinambungan pembangunan ketahanan pangan dan swasembada beras yang diperuntukkan bagi 267 juta rakyat Indonesia. Oleh karena itu, jika kita bicara sukses swasembada beras nasional, tidak dapat dilepaskan dari peranan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Bulog dan PT Pupuk Indonesia.

Swasembada beras dan ketahanan pangan merupakan satu kesatuan, di mana beras sebagai komponen terpenting dalam inflasi menjadi growth model strategy. Tak berlebihan sejak tahun 1970-an konsepsi subsidi pupuk untuk pangan diperkenalkan dalam APBN. Pemerintah pun paham benar bagaimana mengatasi suatu spiral and hyper inflation yang pernah terjadi di era Orde Lama dan di awal Orde Baru.

Satu hal yang perlu diperhatikan implementasi program pupuk subsidi hingga saat ini ditengarai masih menghadapi kendala dan masalah yang merugikan petani yang terdaftar sesuai e-RDKK.

Misalnya, masih banyak elit politik pupuk secara fatamorgana seperti keadaan yang terjadi belakangan ini tentang kelangkaan pupuk subsidi dibeberapa daerah. Padahal, pupuk subsidi melimpah di gudang produsen dan hanya menunggu SK yang dikeluarkan Kabupaten/Kota.

Tak cuma itu, kita pun masih sering menemukan penjualan pupuk di atas harga HET, penggantian kemasan pupuk subsidi menjadi pupuk harga pasar. Akibatnya, petani kesulitan mendapatkan pupuk dan menikmati manfaat program pupuk bersubsidi.

Pada periode 1999 - 2001, subsidi pupuk sempat dicabut karena terjadi krisis ekonomi, kali ini subsidi kembali diberlakukan, Pemerintah mensubsidi bahan baku untuk pembuatan pupuk yakni, subsidi gas. Sistem subsidi dilakukan dengan memberikan insentif gas domestik (IGD) kepada perusahaan produsen pupuk dengan harga gas US$ 6/MMBTU di mana selisih harga gas antara yang dipasok ke produsen pupuk dengan harga gas di pasaran ditanggung Pemerintah.

Sumber biaya untuk subsidi berasal dari APBN dan dana talangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Migas. PNBP Migas berasal dari bagi hasil migas antara Pemerintah dengan perusahaan kontraktor migas yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas di dalam negeri.

Bersambung ke halaman selanjutnya.


Hide Ads