Pasokan Pupuk Disorot, Ada Kendala di Mana?

Pasokan Pupuk Disorot, Ada Kendala di Mana?

Tim detikcom - detikFinance
Kamis, 21 Jan 2021 21:17 WIB
pupuk
Foto: shutterstock

Sentralisasi dan Distribusi Pupuk

PT Pupuk Indonesia (Persero) terhitung bulan Februari 2021 mendapat tugas baru yakni, berfungsi menyatukan anak perusahaan produsen pupuk (holding) untuk melakukan pemasaran dan distribusi pupuk secara langsung dan terintegrasi satu kamar.

Tugas baru yang diberikan PT Pupuk Indonesia, dapat dikatakan menyingkap tabir nilai anggapan konvensional yang keliru. Betapa tidak, untuk tugas distribusi saja, PT Pupuk Indonesia dinilai tak mampu dan pupuk subsidi hilang dari pasaran. Apalagi, proses sentralisasi itu belum tentu melalui kajian mendalam tentang peta lapangan, desain baru dan sosial budaya masyarakat secara komprehensif integral. Jujur saja, keterbatasan PT Pupuk Indonesia bukan sesuatu yang tiada, bahkan konsultan pun belum melakukan kajian secara mendalam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasalnya, memburuknya kerawanan pangan dapat dipandang sebagai proses perubahan jangka panjang yang diakibatkan kelangkaan pupuk dan institution entitlements (hak institusi) yang diberikan tugas pokok untuk menjadi mekanisme sentral pemasaran dan distribusi pupuk.

Sebagai contoh, untuk menerjemahkan konsep ketahanan pangan dan program swasembada beras, membutuhkan pendekatan food entitlements (hak makanan), bahkan ruang koordinasi antar institusi pun semakin longgar dan tuntutan instrumen tambahan serta jejaring yang tersedia secara masif dan permanen sangat diperlukan.

ADVERTISEMENT

Artinya, jika PT Pupuk Indonesia diberikan tugas melakukan sentralisasi pemasaran dan distribusi pupuk, kami meragukan tingkat keefektifannya. Masalah sentralisasi distribusi pupuk tidak bisa didekati dengan sentuhan high tech (teknologi tinggi), karena nilai kemanusiaan bebas dan berbeda dengan unsur-unsur kebendaan (no-human elements are independent of human values).

Oleh karenanya pendekatan sentuhan tinggi dari manusia (high touch) sebuah keniscayaan. Bahkan, sebaliknya, pendekatan teknologi tinggi untuk penyaluran pupuk subsid bisa membuahkan biaya tinggi (high cost economic).

Jika sentralisasi pemasaran dan distribusi dipaksakan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi malapetaka kedua dalam dunia perpupukan dan cepat atau lambat konflik sosial di tataran petani tak terelakkan.

Singkat kata, kelangkaan pupuk dipasaran sebenarnya masalah klasik, pelik dan banyak variabelnya. Disamping masalah distribusi pupuk yang terhambat Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan Kepala dinas Kementerian Pertanian di Kabupaten/Kota. Bahkan, rumitnya data manual dan e-RDKK bagi petani yang memiliki hak untuk membeli dengan harga subsidi.

Kelangkaan pupuk bukan disebabkan faktor anggaran, tetapi lebih kepada faktor politik subsidi dan konsep katahanan pangan secara ekonomi. Terlebih, ketika produsen pupuk hanya mendapatkan anggaran subsidi pupuk, namun harus menghitung biaya rantai distribusi dari lini I hingga lini IV maka, armada darat, laut dan biaya PLN, dan biaya-biaya produksi lainnya sulit PT Pupuk Indonesia menjaga kinerja keuangannya.

Sementara itu, subsidi harga pupuk non Urea memakai formula : penjumlahan harga pokok produksi (HPP) dan biaya distribusi, dikurangi harga eceran tertinggi (HET), kemudian dikalikan volume produksi.

Dengan kata lain, petani membeli pupuk non Urea dengan HET. Pemerintah mensubsidi selisih jumlah HPP dan biaya distribusi dengan HET dikalikan volume produksi pupuk. Sumber subsidi gas dan subsidi harga untuk pupuk ini berasal dari APBN, kendatipun saat ini sumber subsidi dengan formula selisih harga HET dengan HPP dan biaya distribusi dikalikan volume produksi merupakan angka subsidi yang ditanggung Pemerintah yang bersumber dari APBN.

Begitu pula mekanisme tata cara pengganggaran dan pembayaran sirkuler dari APBN melalui Kemenkeu menerbitkan surat penetapan satuan anggaran per satuan kerja (SP SAPK) ke dirjen perbendaharaan yang diusulkan oleh Kementrian Pertanian dalam hal ini Ditjen Tanaman Pangan/Ditjentan. Kemudian Ditjen Perbendaharaan Negara membayar subsidi ke produsen pupuk.

Proses inilah yang harus diketahui Sudin selaku anggota Komisi IV DPR RI agar bisa memberikan solusi penyaluran pupuk subsidi dengan lancar bukan sebaliknya ia menjadi sumber penyebab macetnya distribusi pupuk.


(dna/dna)

Hide Ads