Kapal yang menggunakan cantrang juga dibatasi hanya di daerah penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 dan 712. Bagi kapal di bawah 10-30 GT, hanya boleh beroperasi di jalur II dengan jarak 4-12 mil laut. Sedangkan bagi kapal di atas 30 GT hanya boleh di jalur III dengan jarak lebih dari 12 mil laut.
"Pengaturan jalur untuk cantrang hanya boleh beroperasi di jalur II dengan kedalaman lebih dari 4-12 mil laut dan jalur III lebih dari 12 mil laut. Tidak pernah kita memberikan izin atau relaksasi peraturan cantrang untuk beroperasi di jalur I, jalur I itu steril dari alat cantrang ini," jelasnya.
Zaini mengatakan ada 6.800 kapal yang tercatat menggunakan alat tangkap cantrang. Jumlah itu berasal dari beragam ukuran kapal, baik yang di atas 30 GT maupun yang berukuran di bawah 30 GT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai hari ini data yang ada di kami (kapal) cantrang ini jumlahnya total hampir rata-rata mungkin 7.000 lebih. Yang tercatat di kami sudah 6.800, belum lagi yang tidak tercatat yang kecil-kecil," kata Zaini.
Dari jumlah kapal itu, ada ratusan ribu nelayan kecil di baliknya yang dianggap sangat bergantung dengan cantrang untuk tangkap ikan. Mereka yang menggunakan cantrang itu disebut kondisinya sangat memprihatinkan selama alat tangkap itu dilarang.
"Nelayan yang terlibat di cantrang ini sebanyak 115.000 orang lebih karena ada keluarganya yang harus dinafkahi. Dari 115.000 orang ini adalah bukan pemilik (kapal), tapi nelayan buruh yang ada ada di atas kapal 5 GT bahkan 100 GT sekali pun itu adalah nelayan buruh yang tergantung pada hasil tangkapan mereka yang hidupnya tidak lebih baik, bahkan buruk," ucapnya.
(aid/ara)