Skema Ponzi sendiri pertama kali dilakukan oleh seorang penipu ulung dari Amerika Serikat, Charles Ponzi di sekitar medio awal 1900-an. Bagaimana ceritanya?
Dirangkum detikcom dari berbagai sumber, kisah Ponzi bermula pada saat dirinya bekerja sebagai asisten teller pada sebuah bank bernama Banco Zarossi di Montreal Kanada. Bank itu dimiliki oleh pebisnis Luigi Zarossi.
Di dalam bank itu, nama Ponzi sendiri cukup mentereng, dan berhasil menjabat sebagai manajer. Adapun metode 'gali lubang-tutup lubang' yang dilakoni Zarossi dalam mengelola bank menjadi inspirasi untuk skema Ponzi di kemudian hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zarossi memanfaatkan aliran uang deposito di banknya dengan iming-iming pengembalian 6% pada para nasabah baru. Tujuannya, untuk mendanai berbagai investasi lain.
Sialnya, investasi itu gagal, pengembalian ke nasabah pun tidak ada bentuknya. Akhirnya, Zarossi kabur ke Meksiko dengan membawa sejumlah uang nasabah-nasabah barunya itu.
Usai kasus tersebut, Ponzi pun sempat dipenjara di Quebec dengan tuduhan memalsukan cek dan baru dibebaskan pada 1911. Namun, dia kembali ditahan di Penjara Atlanta gegara terlibat bisnis penyelundupan imigran.
Dua tahun meringkuk di balik jeruji besi, Ponzi kembali ke Boston, AS. Namun di momen ini lah Ponzi menemukan titik baliknya dan menjadi pengusaha besar dengan menjalankan praktik penipuan investasi.
Pada 1919, Ponzi memulai perusahaan kecil di Boston. Idenya berawal dari datangnya sepucuk surat kiriman sebuah perusahaan di Spanyol yang menanyakan katalog iklan Amerika
Ponzi menemukan secarik International Reply Coupon (IRC), kupon yang bisa ditukar dengan sejumlah cap pos atau perangko prioritas dari negara lain. Di situ dia melihat ada kesempatan emas mendulang keuntungan besar.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Ponzi langsung menyusun rencana. Dia kemudian membeli IRC di sebuah negara, keuntungan bakal datang begitu IRC itu ditukar dengan perangko-perangko mahal di negara lain.
Dia langsung menempatkan agen-agennya di berbagai negara. Agen-agen itu dikirimi sejumlah uang untuk membeli IRC dan ditugasi membawa kupon itu ke Amerika.
Setelahnya, Ponzi cukup menukarkan perangko-perangko mahal itu untuk dijual lagi dengan harga lebih mahal dari modal awal. Dengan cara ini, Ponzi meraup untung sampai 400%.
Tidak berpuas diri, Ponzi ingin menjalankan skema piramida dengan sasaran lebih besar, untuk itu pada Januari 1920 Ponzi mendirikan perusahaan yang lebih besar, The Securities Exchange Company.
Dari situ, Ponzi menjanjikan iming-iming balik modal dan keuntungan 50% hanya dalam waktu 45 hari. Berbekal kepandaian berkomunikasi, Ponzi menggaet 18 orang menjadi investor pertamanya dengan nilai investasi US$ 1.800.
Sesuai janjinya, Ponzi melimpahkan keuntungan kepada para investor pertamanya itu. Seiring waktu, investasi itu menarik lebih banyak orang. Manipulasi dengan skemanya itu mendatangkan keuntungan luar biasa. Ponzi disebutkan bisa mengantongi US$ 250 ribu per hari.
Namun, sepintar apapun menyembunyikan bangkai, baunya akan tercium juga. Begitu juga skema penipuan yang dilakukan Ponzi.
Tidak sedikit yang penasaran terhadap Skema Ponzi itu. Salah satunya, surat kabar Boston Post, yang langsung melakukan investigasi khusus soal kasus ini. Berbagai temuan Boston Post langsung membuat perusahaan Ponzi terguncang dan banyak dipertanyakan, ujungnya tidak ada lagi investor baru yang menyuntik dana.
Begitu bisnis dan skema penipuan besarnya ambruk, Ponzi ditangkap pada 12 Agustus 1920 dengan 86 dakwaan terkait penipuan dan penggelapan uang. Di pengadilan, Ponzi mengaku bersalah dan divonis 14 tahun penjara. Setelah bebas pada 1934, dia dideportasi ke Italia.
Meski berujung kegagalan, hingga kini metode meraup keuntungan yang dilakukan Ponzi masih banyak digunakan. Salah satu praktik skema Ponzi yang banyak digunakan adalah multi-level marketing alias MLM.
(hek/dna)