Selanjutnya ada 44 ribu set ventilator, obat-obatan senilai US$ 43 juta, 3 juta pcs hand sanitizer, 1,2 juta pcs alat suntik, 1,1 juta pcs termometer dan alat kesehatan lainnya.
"Kita dalam hal ini masih banyak impor dan berharap dengan COVID maka produksi dalam negeri bisa ditingkatkan," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun berharap semua alat kesehatan yang diimpor ini bisa diproduksi dalam negeri. Dengan begitu, anggaran insentif pun bisa dialihkan untuk penanganan pandemi COVID.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak sampai di situ, pemerintah juga memberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor vaksin. Insentif ini telah diberikan sejak tanggal 8 Desember 2020 sampai 3 Februari 2021. Nilai fasilitas ini mencapai Rp 642,18 miliar untuk vaksin sebanyak 30,5 juta dosis.
"Sementara bea masuk yang ditanggung pemerintah nilainya Rp 91,42 miliar untuk 11 sektor terutama susu, sepeda, jagung, pakan ternak, makanan dari kentang, kakao, daging, smart card, pemanis, kaleng dan buah, nilai impornya Rp 1,44 triliun," ujarnya.
"Berbagai fasilitas diberikan dan mereka pengusaha terutama perusahaan anggap ini berbagai fasilitas sangat bermanfaat saat hadapi tekanan maupun gejolak akibat COVID," ungkapnya.
(hek/ara)