Kontainer 'Nyangkut' di Pelabuhan, Pengiriman Barang Ambyar

Kontainer 'Nyangkut' di Pelabuhan, Pengiriman Barang Ambyar

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 08 Mar 2021 09:43 WIB
Kapal Kontainer Raksasa Terbesar di Dunia
Ilustrasi/Foto: Dok. Xinhuanet/Wu Lu
Jakarta -

Kekacauan tengah melanda kegiatan kargo di seluruh dunia. Banyak barang yang tidak terangkut kapal karena kapasitas dan berbagai permasalahan akibat pandemi.

Mengutip The New York Times, Senin (8/3/2021), di lepas pantai Los Angeles, lebih dari dua lusin kapal kontainer yang diisi dengan sepeda latihan, barang elektronik, dan barang impor lainnya telah dianggurkan selama dua minggu lebih.

Di Kansas City, para petani tengah berjuang untuk mengirimkan kedelainya ke pembeli di Asia. Lalu di China, mebel yang ditujukan untuk Amerika Utara tengah menumpuk di pabrik karena tak bisa melakukan pengiriman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di seluruh dunia, pandemi telah mengganggu perdagangan secara luar biasa. Biaya pengiriman barang naik dan menambah tantangan baru bagi pemulihan ekonomi global. Pandemi ini telah mengubah alur kargo antar benua.

Lockdown yang terjadi di AS memicu lonjakan pesanan atas produk-produk dari pabrik di China. Warga AS yang terus berada di rumah memaksa mereka untuk belanja barang untuk keperluan bekerja dari rumah dan lain sebagainya. Sebagian besar produk itu dibawa dalam kontainer melalui Samudra Pasifik.

ADVERTISEMENT

Sementara permintaan terus meningkat dari AS, di Asia kekurangan kontainer. Sebab kotak besi besar tersebut masih menumpuk di pelabuhan di AS dan belum kembali.

Selain itu kontainer yang membawa jutaan masker ke negara-negara di Afrika dan Amerika Selatan pada awal pandemi juga masih belum kembali. Hal itu karena banyak kapal induk lebih memilih untuk fokus di rute paling populer yang menghubungkan Amerika Utara dan Eropa ke Asia.

Lalu di pelabuhan-pelabuhan tempat kapal-kapal singgah, membawa barang-barang untuk dibongkar, mereka seringkali terjebak berhari-hari dalam kemacetan lalu lintas. Pandemi dan pembatasannya telah membatasi pekerja pelabuhan dan pengemudi truk, menyebabkan penundaan penanganan kargo dari California Selatan ke Singapura. Setiap kontainer yang tidak bisa dibongkar di satu tempat adalah kontainer yang tidak bisa dimuat di tempat lain.

"Saya belum pernah melihat yang seperti ini. Semua mata rantai dalam rantai pasokan direntangkan. Kapal, truk, gudang," kata kepala Global Ocean Network di A.P. Moller-Maersk, Lars Mikael Jensen.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Ekonomi di seluruh dunia sedang menyerap efek riak dari gangguan terjadi ini. Biaya yang lebih tinggi untuk mengangkut biji-bijian dan kedelai Amerika melintasi Pasifik mengancam kenaikan harga pangan di Asia.

Kontainer kosong ditumpuk di pelabuhan di Australia dan Selandia Baru. Di sisi lain terjadi kelangkaan kontainer di pelabuhan Kolkata di India, memaksa perusahaan pembuat suku cadang elektronik untuk mengangkut barang dagangan mereka lebih dari 1.000 mil ke barat ke pelabuhan Mumbai, karena pasokan di sana lebih banyak.

Eksportir beras di Thailand, Vietnam dan Kamboja membatalkan beberapa pengiriman ke Amerika Utara karena juga tidak adanya kontainer.

Kekacauan di laut telah menjadi sumber keuntungan bagi perusahaan pelayaran seperti Maersk, yang pada Februari mengutip rekor harga pengangkutan tertinggi lebih dari US$ 2,7 miliar pendapatan sebelum pajak dalam tiga bulan terakhir tahun 2020.

Tidak ada yang tahu berapa lama pergolakan akan berlangsung, meskipun beberapa ahli berasumsi bahwa peti kemas akan tetap langka hingga akhir tahun. Hal itu karena pabrik yang membuatnya hampir semuanya di China berebut untuk mengejar permintaan.

(das/ara)

Hide Ads