Musim hujan yang bertepatan dengan masa panen raya, menyebabkan banyak gabah yang basah. Sehingga, Bulog tak bisa menampung gabah basah tadi, alhasil hanya sedikit beras yang bisa dijadikan. Jadi, tegas Lutfi, kekurangan stok beras di Perum Bulog, bukanlah salah lembaga BUMN Penjaga Ketahanan Pangan tersebut.
"Bukan salah Bulog, kenapa? Karena Bulog itu ketika membeli gabah petani itu dengan syarat-syarat tertentu, salah satunya adalah masalah kekeringan dari gabah tersebut. Apa yang terjadi sekarang? Yang terjadi sekarang adalah hujan tidak berhenti-henti jadi gabah petani itu basah, secara peraturan, Bulog tidak bisa menyerap gabah basah tersebut karena ada aturannya," tutur Lutfi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gabah basah tadi pun tak bisa dijual ke pedagang. Sebab, pedagang juga tak punya pengering gabah basah. Sedangkan, kalau gabah basah dipaksa diproses ke dalam rice milling bisa merusak kualitas beras.
"Jadi yang kejadian sekarang ini, ketika gabahnya basah, Bulog tidak bisa membeli, petani berhadapan langsung dengan pedagang dan pedagang pada hari ini juga tidak punya pengering. Kalau gabah basah dimasukkan dalam rice milling itu gabahnya pecah, berasnya menjadi hancur," tambahnya.
Meski gabah basah tadi akhirnya tak ada yang beli, Lutfi menjamin tidak ada penurunan harga beras di tingkat petani
"Kalau kita lihat daripada harga beras 7 hari terakhir tidak ada penurun beras sedikitpun. Jadi bapak ibu kita lihat sekarang harga per hari dari tanggal 5 Maret, jadi kalau anda bilang harga turun, tidak, harga tidak turun, malah naik," kata Lutfi.
Lutfi merinci, harga beras di DKI Jakarta tanggal 5 Maret harga beras medium Rp 9.800 per Kg, tanggal 8 Maret harga Rp 9.800, tanggal Rp 9.878 per Kg, 10 maret Rp 9.878 per Kg, 12 Maret Rp 9.878, 17 Maret Rp 9.878 per Kg. Rata-rata Rp 9.859 per Kg.
"Artinya nggak ada penurunan sedikitpun. Coba lihat di ews.kemendag.go.id ya bapak ibu, bisa dilihat nggak ada penurunan harga," tegasnya.
(hns/hns)