Wacana impor beras 1 juta ton mengemuka belakangan ini. Hal tersebut pun menuai polemik di dalam masyarakat. Lalu, haruskah Indonesia impor beras?
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras ( Perpadi) Sutarto Alimoeso menjelaskan, selama ini pemerintah menimbang tiga aspek untuk impor beras. Tiga aspek itu meliputi produksi, cadangan dan harga beras.
Soal produksi, dia menjelaskan, Badan Pusat Statistik (BPS) meramalkan tahun ini terjadi peningkatan produksi. Bahkan, produksi sampai April mencapai 14 juta ton. Sementara, kebutuhannya sekitar 10-11 juta ton. Artinya, terdapat kelebihan atau surplus sebanyak 4 juta ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian pada Mei pun diperkirakan juga masih surplus. Baru nanti Juni biasanya imbang antara produksi dan kebutuhan dan konsumsi, Juli, Agustus akan surplus lagi," ujarnya kepada detikcom, Minggu (21/3/2021).
Dirinya pun sempat meninjau kondisi beberapa wilayah di Banten. Hasilnya, beberapa penggilingan padinya menumpuk. Tak hanya itu, ia juga berkomunikasi dengan anggota di beberapa wilayah. Dia bilang, gudang-gudang penggilingan saat ini menyimpan 1,9 juta ton beras.
"Bahkan minggu lalu berdasarkan perkiraan laporan temen-temen daerah, perkiraan di gudang-gudang temen-temen penggilingan 1,9 juta ton beras," ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan hal tersebut maka masalah produksi tidak memenuhi syarat sebagai pertimbangan impor. Aspek kedua yakni stok atau cadangan, menurutnya, Kementerian Pertanian telah melakukan perhitungan di mana ada stok di lapangan sekitar 6,3 juta ton dan ditambah stok Bulog maka ada sekitar 7 juta ton lebih.
"Kalau melihat angka stok pun dari situ, kemudian dibandingkan apalagi mau panen raya tadi itung-itungannya aman," ujarnya.
Terakhir aspek harga. Dia bilang, harga beras saat ini cenderung turun. Bahkan, pada kasus-kasus tertentu harganya di bawah harga pembelian pemerintah (HPP).
"3 hal ini pertimbangan perlu tidaknya impor tampaknya hari ini, hari-hari ini belum tepat waktunya," ungkapnya.