Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai rencana impor 3 juta ton garam rentan menjadi sumber praktik rente. Dikhawatirkan garam industri impor yang tak tersalur malah dijual sebagai garam konsumsi. Sebab, harga garam industri itu memang jauh lebih murah dari garam konsumsi. Bila garam industri dijual seharga garam konsumsi tentu pelaku importir menjadi sangat diuntungkan.
"Garam industri itu sekitar Rp 580 per kg, kemudian ditambah pajak segala macam menjadi Rp 800 per kg, sementara harga garam konsumsi kalau di pasaran antara Rp 5.000- Rp 6.000 per kg, kalau yang branded lebih mahal lagi di pasar modern mungkin bisa lebih mahal lagi, jadi gap harga yang tinggi ini menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk menyalurkan garam yang diimpor untuk disalurkan ke pasar sebagai garam konsumsi," ujar Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Taufik Ahmad dalam konferensi pers virtual, Selasa (20/4/2021).
Dampak lainnya dari rencana impor garam tersebut adalah memberi peluang bagi para pelaku importir mengendalikan pasokan garam di pasar industri maupun pasar konsumsi. Sebab, impor garam untuk keperluan industri itu menggunakan model kuota per importir, maka rentan mengarah kepada penguasaan pasokan garam di pasar oleh pelaku yang terbatas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dampak lainnya, karena impornya relatif banyak, garam lokal ini menjadi sulit untuk diserap oleh industri dan pasar konsumsi," katanya.
Menurut data yang dihimpun oleh KPPU, sebanyak 1,8 juta ton gram lokal berpotensi tidak terserap sampai akhir tahun 2021 ini. Lantaran, total kebutuhan pasar akan garam tahun ini adalah sebanyak 4,6 juta ton, total potensi produksi garam lokal tahun ini bisa mencapai 2,1 juta ton, ditambah masih ada sisa stok tahun 2020 lalu sebanyak 1,3 juta ton. Sebenarnya, dari total produksi dan stok garam lokal, Indonesia sudah mampu mencukupi 3,4 juta ton kebutuhan pasar. Namun, karena ada tambahan 3 juta ton garam impor tadi maka kemungkinan sebanyak 1,8 juta ton garam lokal bisa tidak terserap.
"Tahun lalu 1,3 juta ton garam rakyat belum terserap baik di pasar industri maupun pasar konsumsi, mungkin ini harusnya bisa jadi perhatian kita bersama," ungkapnya.