Ada rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Direktorat Jenderal Pajak menyebutkan jika ada kebutuhan pendanaan negara untuk penanganan COVID-19 yang membutuhkan biaya.
Menanggapi hal tersebut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengungkapkan rencana kenaikan PPN menunjukkan pemerintah atau keuangan negara dalam masalah.
"Pemerintah panik, lalu mencoba untuk menaikkan PPN tapi di lain pihak ya mau memberikan insentif. Insentifnya itu yang diberikan ke masyarakat yang berpenghasilan tinggi seperti PPnBM itu," ujar dia saat dihubungi detikcom, Selasa (11/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: OMG! Tarif Pajak Mau Naik, Ini 2 Skemanya |
Dia mengungkapkan rencana kenaikan PPN akan mempengaruhi konsumsi masyarakat khususnya yang menengah ke bawah. Hal ini karena persentase masyarakat menengah ke bawah jauh lebih banyak dibandingkan orang kaya.
Kemudian jika naik maka akan ada pengaruhnya terhadap perekonomian, hal ini akan menyebabkan konsumsi menjadi turun. Selanjutnya akan ada tekanan pada masyarakat lapisan bawah karena juga menanggung beban kenaikan pajak.
Peneliti Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengungkapkan dalam konteks pandemi saat ini memang ada tekanan penerimaan pajak yang dialami oleh berbagai negara, termasuk Indonesia.
"Di satu sisi penerimaan cenderung melemah sedangkan belanja stimulus kian meningkat. Ada upaya untuk mengelola risiko anggaran dalam jangka menengah membutuhkan strategi konsolidasi fiskal yang salah satunya berorientasi bagi optimalisasi penerimaan pajak," jelas dia.
Menurut Bawono, tak heran jika survei OECD per April lalu telah menunjukkan adanya pergeseran orientasi kebijakan pajak di banyak negara.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Simak juga 'Dear YouTuber hingga Selebgram, Jangan Lupa Lapor Pajak Yuk!':