Carut Marut Penanganan COVID-19 RI, Pemerintah Dianggap Abai

Carut Marut Penanganan COVID-19 RI, Pemerintah Dianggap Abai

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 06 Jul 2021 12:49 WIB
Saat ini kasus COVID-19 di Indonesia masih terus naik hingga menyentuh 2 juta kasus. Sehingga jenzaha di makam terus berdatangan setiap harinya dan menimbulkan pilu yang mendalam.
Ilustrasi/Foto: pool
Jakarta -

Lonjakan kasus COVID-19 di Tanah Air tengah menggila. Menurut sejumlah pihak hal ini menjadi gambaran adanya kegagalan penanganan oleh pemerintah.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menegaskan pemerintah bertanggung jawab atas kondisi krisis ini, sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU HAM dimana hak kesehatan dijamin oleh negara. Dia juga menyinggung tentang tidak adanya PP terhadap UU no. 6/ 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang membuat kondisi sekarang kacau.

"Tetapi pemerintah tidak menggunakan UU yang dibuat khusus untuk menangani pandemi, pemerintah abai tidak melaksanakan mandat pembentukan peraturan-peraturan turunan seperti Peraturan Pemerintah tentang Penanggulangan Darurat Kesehatan Masyarakat," jelas Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dikutip dari siaran pers Selasa (6/7/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Herlambang P. Wiratraman mengatakan ada tiga kegagalan pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19. Pertama, tingginya angka kasus COVID-19. Kegagalan kedua adalah ambruknya RS, ketidaktersediaan oksigen sehingga banyak warga meninggal. Kegagalan ketiga adalah tingginya angka nakes yang meninggal.

Selain itu, dia mengatakan banyaknya nyawa yang tidak tertolong karena kolapsnya rumah sakit dan itu juga merupakan bentuk kegagalan pemerintah.

ADVERTISEMENT

"Kematian yang tak bisa diantisipasi dengan penyediaan layanan medis, menunjukkan fakta jelas tentang kegagalan negara dan dapat disebut sebagai constitutional failure. Pemerintahan Jokowi harus meminta maaf terbuka dan menegaskan tanggung jawab hukum dan politiknya" jelas Herlambang.

Simak juga video 'Prediksi Menkes soal Herd Immunity Covid-19 di Indonesia':

[Gambas:Video 20detik]



Inisiator LaporCovid-19, Irma Hidayana menyebut bahwa kematian-kematian tersebut semestinya bisa dicegah jika dari awal pemerintah melakukan pencegahan dan pengendalian penularan yang lebih kuat. Situasi saat ini merupakan hasil dari ketidakefektifan pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini.

Dia pun mendesak pemerintah untuk mengakui kondisi gawat darurat ini dan meminta maaf untuk menunjukkan empati kepada masyarakat.

"Pemerintah perlu mengakui bahwa kondisi sudah gawat darurat dan meminta maaf serta menunjukkan empati. Perlu berhenti melakukan komunikasi yang mencitrakan bahwa kita sedang baik-baik saja yang justru mengakibatkan rendahnya kewaspadaan masyarakat terhadap masifnya penularan COVID-19," jelasnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menjelaskan korupsi memperparah pandemi, karena sebenarnya serapan anggaran COVID-19 dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan.

"Pemerintah sudah salah langkah dari awal, masih banyak serapan anggaran rendah untuk penanganan COVID-19, dan ironisnya, program infrastruktur yang tidak urgent tetap dilanjutkan. Semestinya realisasi anggaran difokuskan untuk pengendalian pandemi agar RS sudah ambruk." ujar Aktivis Antikorupsi ICW Lalola Ester.

Untuk itu ada sejumlah desakan untuk pemerintah untuk mengambil langkah luar biasa untuk menekan kasus pandemi COVID-19. Pertama, meminta maaf kepada publik atas situasi ini, dan memberikan solusi bantuan konkret terhadap keluarga yang berjuang mendapatkan perawatan Rumah Sakit/ICU/dan layanan medis lainnya.

Kedua, melakukan pembatasan yang lebih ketat dari PPKM Mikro, yaitu dengan menekan kelonggaran pekerja sektor esensial untuk mengurangi laju pergerakan dan transmisi virus di tingkat komunitas. Ketiga, pemerintah harus melakukan pembaruan data secara realtime, yang bukan hanya menuliskan angka statistik, tapi harus merefleksikan kondisi yang sesungguhnya.

Keempat, meningkatkan semua upaya surveilans, termasuk meningkatkan tes secara masif dan signifikan serta mempermudah testing dan cakupan vaksinasi.

Kelima, menyudahi komunikasi yang mencitrakan baiknya situasi dan beralih ke komunikasi risiko yang berempati, akuntabel dan merefleksikan kegawatdaruratan di masyarakat dan faskes sesungguhnya di lapangan, sehingga menumbuhkan kewaspadaan bagi masyarakat untuk taat menjalankan prokes.


Hide Ads