Nestapa Sales Bank di Tengah Pandemi, Masih Ngantor dan Dikejar Target

Nestapa Sales Bank di Tengah Pandemi, Masih Ngantor dan Dikejar Target

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 22 Jul 2021 18:00 WIB
Sitting At A Desk And Working With Her Laptop Computer In The Office
Foto: iStock
Jakarta -

Para pegawai sales bank dirundung nasib kurang mengenakkan selama PPKM Darurat berlangsung sejak 3-20 Juli kemarin. Para pegawai terpaksa tetap bekerja ke luar rumah, bahkan harus dikejar target penjualan yang terus meningkat.

LaporCovid-19 melaporkan dari survei yang dilakukan para staf sales bank masih harus diwajibkan bekerja ke kantor setiap hari. Memang perbankan sendiri merupakan sektor esensial.

Namun yang menjadi masalah adalah, para staf tetap diminta untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah nasabah di tengah tingginya penyebaran virus COVID-19. Bahkan, para sales bank ini mengalami kenaikan target penjualan selama PPKM Darurat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sales staff masih diwajibkan WFO, bahkan masih melakukan kunjungan ke rumah nasabah. Belum lagi mayoritas yang disurvei mengakui ada kenaikan pada target sales-nya," ungkap relawan LaporCovid-19 Yemiko Happy, dalam konferensi pers virtual, Jumat (22/7/2021).

Temuan ini didapatkan berdasarkan survei yang dilakukan LaporCovid-19 pada 734 pekerja perbankan di 15 kota yang ada di Indonesia. Karyawan sales bank yang mengikuti survei ini ada sekitar 58%, sisanya staf non sales.

ADVERTISEMENT

Peserta survei paling banyak berasal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Karyawan yang disurvei berasal dari 20 bank yang beroperasi di Indonesia, mulai dari Permata Bank, Maybank Indonesia, Bank Mandiri, OCBC NISP, Bank Danamon, dan lain-lain.

Rinciannya, dari seluruh karyawan sales bank yang ikut survei 79% mengaku masih wajib masuk kantor secara penuh, kemudian 80% mengaku diminta untuk melakukan kunjungan ke rumah nasabah. Lalu, 65% mengatakan mengalami kenaikan target.

Nasib tidak mengenakkan juga dirasakan karyawan non sales di bank, 67% di antaranya diwajibkan masih masuk kantor. Yang jadi masalah, timbul laporan pelanggaran protokol kesehatan di kantor bank.

Mulai dari kantor yang sirkulasi udaranya kurang baik, penegakan protokol kesehatan yang minim, hingga atasan yang tidak transparan mengenai informasi kasus COVID-19 yang terjadi di kantor.

"Ada juga laporan mengenai atasan yang juga tidak transparan terhadap informasi COVID. Misalnya, kalau ada yang kena COVID tidak disebar ke karyawan lainnya, hal ini mengancam keamanan para karyawan," ungkap Yemiko.

Yemiko juga mengatakan pihaknya banyak mendapatkan aduan soal pelanggaran protokol kesehatan di sektor bisnis dan perkantoran.

Dia memaparkan ada sekitar 302 aduan masyarakat soal pelanggaran protokol kesehatan yang masuk sejak 3-20 Juli. Dari ratusan laporan itu, 34% di antaranya adalah laporan pelanggaran protokol kesehatan di sektor bisnis dan perkantoran.

"Perkantoran dan pusat bisnis jadi paling banyak dilaporkan perihal pelanggaran protokol kesehatan oleh warga," ungkap Yemiko.

Bahkan, salah satu aduan masyarakat yang dipaparkan Yemiko menyebutkan pelanggaran diadukan terjadi pada kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), yang dipimpin Muhadjir Effendy.

Aduan itu menyatakan PNS di Kemenko PMK masih diminta untuk bekerja di kantor. Padahal menurut warga yang mengadu, Kemenko PMK merupakan sektor non esensial yang mestinya WFH 100%.

"Contoh laporan dari warga kalau kita lihat ini ada terkait kantor Kemenko PMK melanggar protokol PPKM Darurat. Ini disebutkan Kemenko PMK sektor non esensial tapi tidak mewajibkan WFH. Pegawai masih wajib kerja ke kantor selama Senin sampai Jumat," ungkap Yemiko.

Lalu, aduan warga ini juga menyatakan, Kemenko PMK masih mewajibkan pegawainya untuk melakukan dinas ke luar kota selama pandemi. Disebutkan hal itu bisa dilakukan 1-2 kali tiap bulan.


Hide Ads