Bisnis Hotel di kawasan Puncak, Jawa Barat, sekarat di tengah pandemi COVID-19. Dalam kondisi tersebut, para pengusaha hotel tak sanggup lagi menanggung beban, salah satunya biaya listrik.
Ketua BPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cianjur Nano Indra Praja membeberkan bisnis hotel tak mendapat relaksasi pembayaran listrik.
"Sejak 1,5 tahun lalu kita sudah tempuh bahwa PLN untuk beban relaksasi sama sekali tidak ada. Adapun pengurangan daya itu bisa dilakukan namun pada saat pengembalian daya ke semula itu biayanya sama seperti membuat PLN baru, dan memberatkan kami," kata Nano kepada detikcom, Jumat (23/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi tersebut bisa membuat bisnis hotel mati perlahan, sehingga perlu ada kebijakan penundaan pembayaran listrik.
"Industri perhotelan daerah Puncak Cianjur sekarang sedang merasakan kesulitan sekali ketika berhadapan dengan PLN, mohon dibantu jangan didiamkan saja. Kami mati perlahan," ujarnya.
Sedangkan mengenai pengurangan tarif daya listrik yang selama ini diterima, kata dia, tak terlalu memberikan bantuan yang signifikan dan pengelola hotel masih kesulitan untuk menutupi kekurangan biaya tersebut.
"Kami tidak minta gratis. Bantuan berupa pengurangan tarif daya listrik itu semua orang sudah tahu, pengurangannya misal hotel X biasa bayar normal Rp 45 juta, dia tetap bayar Rp 44 juta jadi tidak terlalu signifikan. Yang kami harapkan adalah ada penundaan pembayaran listrik," imbuhnya.
Nano juga menyinggung sikap Pemda yang tidak turut membantu penyelesaian masalah tersebut. "Peka-lah terhadap permasalahan yang dihadapi, Pemda bukan kaku dengan jawaban tidak bisa. Rata rata pelaku usaha perhotelan menggunakan PLN antara 50-200 kva," imbuhnya.
Bagaimana respons PLN? Langsung klik halaman berikutnya.