Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyebut pandemi COVID-19 membuat capaian untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia semakin terhambat. Justru yang ada saat ini ketimpangan semakin meningkat.
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar mengatakan butuh waktu hingga 10 tahun untuk Indonesia keluar ke masa sebelum krisis. Hal itu melihat dari pengalaman yang sudah terjadi saat krisis ekonomi 1998.
"Ada 4,6 juta orang kembali ke sektor pertanian saat krisis dan kalau kita belajar dari krisis yang lalu 4,6 juta orang yang masuk ke sektor pertanian saat krisis ekonomi 98 ini ternyata membutuhkan waktu 10 tahun setelah krisis Asia untuk kembali ke tingkat sebelum krisis," katanya dalam Webinar Publik 'CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045', Rabu (4/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belajar dari pengalaman krisis Indonesia 98, ternyata trajectory Indonesia untuk mengembalikan tingkat sebelum krisis butuh waktu yang sangat lama," tambahnya.
Amalia menyebut butuh sesuatu yang fundamental agar bisa keluar dari dampak COVID-19. Jika tidak, maka Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan biaya permanen untuk mengatasi pandemi ini.
"Inilah dampak permanen yang kemungkinan kita bisa juga alami setelah COVID-19 ini jika kita tidak melakukan perubahan yang fundamental," tuturnya.
Lantas, dengan kondisi seperti ini masih bisakah Indonesia jadi negara maju sebelum 2045?
Amalia menyebut langkah Indonesia menjadi negara maju sebelum 2045 bakalan kian terjal. Sebab, visi tersebut disusun sebelum ada COVID-19.
"Dokumen ini disusun sebelum Indonesia menghadapi pandemi COVID-19, di mana waktu itu kita bercita-cita kalau pertumbuhan ekonomi 5,7% rata-rata antara 2015 sampai 2045, maka Indonesia bisa keluar dari middle income trap kira-kira di tahun 2036 sampai 2038," tuturnya.
Simak video 'Menkeu: Sangat Sulit Pulihkan Ekonomi Sebelum Credit Growth Juga Pulih':
Terancam disalip Filipina dan Thailand di halaman berikutnya.
Tantangan lainnya terjadi karena struktur perekonomian Indonesia selama puluhan tahun masih bergantung pada komoditas non-olahan. Transformasi ekonomi hingga mengandalkan sektor yang lebih produktif jadi kunci utama yang harus dilakukan untuk keluar dari jebakan kelas menengah tersebut.
"Sebelum pandemi COVID-19 Indonesia masih punya PR dan semakin diperbesar COVID-19. PR lalu ini tetap harus dituntaskan mengenai ekspor manufaktur masih rendah, ekspor per kapita rendah, diversifikasi ekspor juga rendah," tutur Amalia.
Terancam Disalip Filipina dan Vietnam
Alih-alih berhasil menjadi negara maju, Indonesia justru terancam disalip Filipina di 2037 dan Vietnam di 2043. Ini bisa dihindari, kata Amalia, jika Indonesia berhasil kembali menggenjot pertumbuhan ekonomi ke angka 6%.
Bappenas saat ini disebut sedang fokus menyusun peta jalan untuk transformasi ekonomi yang konsisten, hingga redesign perekonomian Indonesia. Ini semua harus sudah masuk secara inklusif pada konsep green economy, green recovery, hingga perekonomian berkelanjutan.
"Tanpa redesign pendapatan per kapita, Indonesia akan disalip Filipina di 2037 dan Vietnam di 2043. Kita perlu tumbuh 6% untuk keluar dari jebakan MIT sebelum 2045," pungkas Amalia.