Sementara Pakar Marketing, Yuswohady menilai hal yang wajar jika selebgram memanfaatkan tren ikoy-ikoyan ini untuk melakukan marketing, baik itu dengan tujuan menambah pengikut ataupun mengiklankan bisnis lainnya. Dalam dunia marketing kegiatan itu masuk dalam kategori sales promotion.
"Itu kan namanya sales promotion, artinya kamu beli dapat hadiah, atau diskon atau apa. Cuma ini kan kepentingannya ada dua, ada yang kepentingan narik follower, ada yang memang kepentingannya untuk donasi atau sedekah," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
3. Bikin Netizen Terbiasa Minta-minta
Tren ini menyebar ke selebgram lainnya. Mereka ikut serta bagi-bagi hadiah kepada para pengikutnya. Namun ada juga selebgram yang enggan melakukan karena dinilai memberikan pengaruh buruk.
Yuswohady menjelaskan dalam kacamata marketing, ikoy-ikoyan sama seperti sales promotion yang memberikan diskon atau hadiah tertentu dalam momen-momen tertentu. Tentu hal yang wajar jika konsumen berharap hal yang menguntungkan dia.
Balik ke ikoy-ikoyan, Yuswohady mengibaratkan itu sebagai momentum bagi para pengikut selebgram untuk meminta bagiannya. Sebab selama ini para pengikut tersebut 'dimanfaatkan' para selebgram untuk mendulang keuntungan. Mereka menjual jumlah pengikut untuk mendapatkan iklan ataupun endorsement.
"Jadi itu dalam tanda kutip balas dendam para netizen, karena follower mereka dijadikan komoditi, atau bahasa saya currency. Semakin banyak follower nilainya semakin tinggi. Bahasanya si follower 'selama ini kan kamu dapat keuntungan dari kami, ya saatnya kami minta bagiannya' ya kira-kira seperti itu," tuturnya.
Menurut Yuswohady sah-sah saja jika ada pihak yang menilai ikoy-ikoyan menimbulkan budaya minta-minta bagi netizen Indonesia. Namun pihak yang dimintai pun merupakan pihak yang memang layak karena selama ini sudah mengeksploitasi para pengikutnya.
"Netizen merasa dieksploitasi oleh para selebgram, sekarang mereka minta bagiannya. Logikanya jadi transaksional," tutupnya.
(das/ara)