Jakarta -
Penunjukan komisaris di lingkungan BUMN kembali jadi sorotan. Kali ini, penunjukan Izedrik Emir Moeis sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda, anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) disorot karena merupakan mantan narapidana kasus korupsi proyek PLTU di Tarahan, Lampung.
Saat dikonfirmasi, SVP of Corporate Communication PT Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan penunjukan Emir Moeis sudah sesuai aturan.
"Ya, pengangkatannya sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku," tuturnya, Kamis (5/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan karir Emir Moeis sendiri tertulis di laman Pupuk Iskandar Muda. Lahir di Jakarta, 27 Agustus 1950, Emir menyelesaikan gelar sarjana di Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung pada tahun 1975. Di tahun 1984, ia menuntaskan studi pasca sarjana MIPA Universitas Indonesia (UI).
Karir Emir Moeis dimulai tahun 1975 sebagai dosen Fakultas Teknik UI dan Manajer Bisnis di PT Tirta Manggala. Lalu, ia menjabat sebagai direktur utama di beberapa perusahaan swasta pada periode 1980 hingga 2000. Selanjutnya, pada tahun 2000 -2013 ia menjadi anggota DPR RI.
Emir Moeis ditunjuk pemegang saham sebagai Komisaris Pupuk Iskandar Muda pada 18 Februari 2021. Artinya, sekitar 7 bulan ia mengisi jabatan tersebut.
Catatan Hitam Emir Moeis
Dalam catatan detikcom April 2014 silam, Emir dinyatakan bersalah menerima uang panas US$ 357.000 dari PT Alstom Power Amerika dan PT Marubeni Jepang terkait pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung. Mantan Ketua Komisi XI DPR itu divonis 3 tahun penjara.
"Memutuskan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan. Menjatuhkan hukuman pidana tiga tahun penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Mathius Samiaji di Pengadilan Negeri Tipikor, 14 April 2014.
Emir juga diwajibkan membayar denda Rp 150 juta. Jika denda tak bisa dibayarkan, Emir diharuskan untuk menjalani masa penambahanan di tahanan selama tiga bulan penjara.
Mayoritas majelis hakim berkesimpulan uang dari konsorsium Alstom diterima oleh Emir melalui perusahaan milik anaknya, yaitu PT Arta Nusantara Utama (ANU). Perusahaan tersebut seolah-olah ada kerja sama dengan PT Pasific Resource Incorporate milik Pirooz Muhammad yang merupakan makelar dari PT Alstom.
Sebagai jasa, Pirooz mendapatkan bayaran dari PT Alstom dan Marubeni Jepang sebesar US$ 506.000 pada tahun 2005. Sedangkan, pada tahun 2006, Pirooz mendapatkan komisi US$ 554.708.
Selanjutnya, Pirooz mentransfer uang ke terdakwa melalui rekening PT ANU di Bank Century sebesar US$ 357.000 dan uang tersebut ditransfer ke rekening pribadi Emir. Padahal, kerja sama tersebut tidak ada ataupun fiktif atau hanya untuk mengalirkan fee kepada Emir Moeis.
Emir sebelumnya dituntut 4,5 tahun penjara oleh jaksa KPK. Dia juga diwajibkan membayar uang denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan.