Tarif PPN Naik Bertahap: Tahun Depan 11%, 2025 Jadi 12%

Tarif PPN Naik Bertahap: Tahun Depan 11%, 2025 Jadi 12%

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 14 Okt 2021 20:45 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sudah disahkan. Dengan aturan ini pemerintah ingin mendorong reformasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk mendukung reformasi struktural.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari menyebutkan untuk kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

"Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang semakin membaik serta untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum," ujar dia dalam keterangan tertulis, Kamis (14/10/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merujuk kepada tarif PPN negara-negara lain, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4%. Sekaligus lebih rendah dari Filipina (12%), China (13%), Arab Saudi (15%), Pakistan (17%), dan India (18%).

Di samping itu, kemudahan dalam pemungutan PPN juga akan diberikan kepada jenis barang atau jasa tertentu atau sektor usaha tertentu melalui penerapan tarif PPN final.

ADVERTISEMENT

Misalnya 1%, 2%, atau 3% dari peredaran usaha. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tarif PPN dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek kemudahan administrasi seperti yang selama ini telah dilakukan pemerintah.

Pemerintah juga terus berkomitmen untuk melakukan penguatan berbagai bantuan sosial dan program perlindungan sosial lainnya untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar keluarga miskin dan rentan. Seperti untuk pangan, pendidikan, dan kesehatan sebagai bagian dari akselerasi program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan UU HPP reformasi sistem PPN ini agar lebih berkeadilan dan mampu mengkapitalisasi potensi ekonomi ke depan.

"Reformasi PPN utamanya ingin mencapai dua hal, yaitu mampu mengantisipasi perubahan struktur ekonomi ke depan dan tetap menjaga distribusi beban pajak yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya.

Dirjen Pajak buka suara. Cek halaman berikutnya.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, pokok perubahan PPN dalam UU HPP yang krusial adalah perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN secara bertahap, dan penerapan PPN final.

Dia menjelaskan bahwa perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN ditujukan agar fasilitas PPN lebih adil dan tepat sasaran.

Dalam UU HPP, perluasan basis PPN untuk optimalisasi penerimaan negara tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan. Khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

Peluang Indonesia untuk mewujudkan visi menjadi negara maju di tahun 2045 sangat terbuka lebar apabila mampu mengkapitalisasi arah perubahan struktur demografi yang cukup menguntungkan saat ini. Hal ini ditandai dengan relatif dominannya kelompok usia produktif dan menurunnya angka ketergantungan penduduk.

Selain itu, terus bertumbuhnya kelompok kelas menengah (middle-class) dengan proporsi konsumsi yang cukup besar juga menjadi peluang yang sangat penting sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN.

Dengan demikian, meskipun merupakan barang dan jasa kena pajak, masyarakat berpenghasilan rendah sampai menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut seperti halnya yang sudah mereka nikmati saat ini.

Sekadar informasi, fasilitas PPN mendominasi belanja perpajakan (tax expenditure) setiap tahunnya. Pada tahun 2020 belanja perpajakan PPN mencapai Rp 140,4 triliun atau sekitar 60% dari total belanja perpajakan sebesar Rp 234,9 triliun. Di mana sebesar Rp 40,6 triliun berasal dari kebijakan pengecualian pemungutan PPN oleh pengusaha kecil (threshold PPN).



Simak Video "Bahas Kenaikan PPN, Ekonom Singgung Diskon Pajak Mobil Mewah"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads