Pandemi COVID-19 memberikan perubahan yang besar pada dunia. Salah satunya, terkait pasokan dan permintaan energi yang berujung pada krisis energi.
Persoalan krisis ini pun menjadi perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia pun mengatakan, Indonesia harus waspada terhadap dampak krisis energi tersebut.
Sri Mulyani menjelaskan, pemulihan ekonomi dunia tidak hanya terancam oleh sebaran vaksinasi yang tidak merata. Namun, pemulihan ini terancam oleh inflasi yang tinggi dipicu oleh kenaikan harga energi, serta adanya gangguan pasokan (disruption supply).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini terjadi di negara-negara yang pemulihannya sangat cepat namun kemudian muncul komplikasi dalam bentuk kenaikan harga energi dan supply disruption," katanya dalam keterangan pers pertemuan G20, Minggu (31/10/2021).
Dia menjelaskan, pemulihan ekonomi ini tidak diikuti dari sisi ketersediaan pasokan. Masalah pasokan itu seperti terjadi di pelabuhan di mana barang-barang tidak bisa diangkut. Itu terjadi karena tidak adanya sopir.
"Atau supply disruption berdasarkan tadi bahan baku yang tidak bisa di-deliver sehingga barangnya tidak bisa dibuat di dalam manufaktur," katanya.
Kenaikan harga energi terjadi karena investasi merosot saat pandemi, terutama pada energi yang tidak terbarukan. Di sisi lain, pemulihan ekonomi dan masuknya musim dingin mendorong permintaan energi.
"Sehingga ini mendorong inflasi yang tinggi di berbagai negara. Ini menjadi ancaman pemulihan ekonomi global," sambungnya.
Menurutnya, Indonesia perlu waspada terhadap dampak dari masalah pasokan dan kenaikan harga energi tersebut.
"Indonesia perlu juga tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya rembesan hal tersebut," terangnya.
Pandemi telan biaya hingga Rp 170.400 triliun. Berlanjut ke halaman berikutnya.
Simak juga Video: Jawa Barat Kembangkan Energi Alternatif Ramah Lingkungan