Terungkap! Ini yang Bikin Sri Mulyani Was-was soal Krisis Energi

Terungkap! Ini yang Bikin Sri Mulyani Was-was soal Krisis Energi

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 01 Nov 2021 07:40 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi anggota dewan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan kerangka kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2022, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/05/2021).
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Pandemi COVID-19 memberikan perubahan yang besar pada dunia. Salah satunya, terkait pasokan dan permintaan energi yang berujung pada krisis energi.

Persoalan krisis ini pun menjadi perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia pun mengatakan, Indonesia harus waspada terhadap dampak krisis energi tersebut.

Sri Mulyani menjelaskan, pemulihan ekonomi dunia tidak hanya terancam oleh sebaran vaksinasi yang tidak merata. Namun, pemulihan ini terancam oleh inflasi yang tinggi dipicu oleh kenaikan harga energi, serta adanya gangguan pasokan (disruption supply).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini terjadi di negara-negara yang pemulihannya sangat cepat namun kemudian muncul komplikasi dalam bentuk kenaikan harga energi dan supply disruption," katanya dalam keterangan pers pertemuan G20, Minggu (31/10/2021).

Dia menjelaskan, pemulihan ekonomi ini tidak diikuti dari sisi ketersediaan pasokan. Masalah pasokan itu seperti terjadi di pelabuhan di mana barang-barang tidak bisa diangkut. Itu terjadi karena tidak adanya sopir.

ADVERTISEMENT

"Atau supply disruption berdasarkan tadi bahan baku yang tidak bisa di-deliver sehingga barangnya tidak bisa dibuat di dalam manufaktur," katanya.

Kenaikan harga energi terjadi karena investasi merosot saat pandemi, terutama pada energi yang tidak terbarukan. Di sisi lain, pemulihan ekonomi dan masuknya musim dingin mendorong permintaan energi.

"Sehingga ini mendorong inflasi yang tinggi di berbagai negara. Ini menjadi ancaman pemulihan ekonomi global," sambungnya.

Menurutnya, Indonesia perlu waspada terhadap dampak dari masalah pasokan dan kenaikan harga energi tersebut.

"Indonesia perlu juga tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya rembesan hal tersebut," terangnya.

Pandemi telan biaya hingga Rp 170.400 triliun. Berlanjut ke halaman berikutnya.

Simak juga Video: Jawa Barat Kembangkan Energi Alternatif Ramah Lingkungan

[Gambas:Video 20detik]



Sri Mulyani mengungkap, pemulihan ekonomi imbas pandemi COVID-9 terjadi, namun tidak merata karena akses vaksin.

Ada negara di mana jumlah penduduk yang divaksinasi baru 3%. Kondisi ini sangat timpang dengan negara maju yang mencapai 70%, bahkan ada yang mendekati 100%.

"Ada negara-negara yang sampai hari ini bahkan jumlah vaksinasinya dari penduduknya kurang dari 3% di negara-negara Afrika, rata-rata yang di negara miskin baru 6% dari penduduknya, sementara negara-negara maju sudah melakukan vaksinasi di atas 70% atau bahkan mendekati 100%, dan mereka sudah melakukan boosting," katanya.

Dia mengatakan, COVID-19 telah menjadi ancaman nyata dunia. Dalam pembahasan antara menteri keuangan dan menteri kesehatan G20 telah disepakati untuk membangun mekanisme pencegahan pandemi.

Bicara persiapan, menurutnya, dunia tidak siap menghadapi pandemi. Pandemi sendiri telah menelan biaya sampai US$ 12 triliun atau sampai Rp 170.400 triliun (asumsi kurs Rp 14.200).

"Kalau kita bicara preparedness atau persiapan karena hari ini dunia tidak siap menghadapi pandemi nyatanya telah menyebabkan biaya sampai US$ 12 triliun, 5 juta orang meninggal dan lebih dari 250 juta orang yang terkena pandemi ini. Maka dunia harus menyiapkan lebih baik," jelasnya.

Simak Video: Sri Mulyani Jelaskan 7 Agenda Keuangan yang Dibahas di KTT G-20

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads