Warga China Panic Buying: Berawal dari Imbauan hingga Rak Supermarket Kosong

Warga China Panic Buying: Berawal dari Imbauan hingga Rak Supermarket Kosong

Siti Fatimah - detikFinance
Selasa, 09 Nov 2021 21:00 WIB
An employee attends to a customer at a supermarket in Beijing, China, Wednesday, Nov. 3, 2021.  A recent seemingly innocuous government recommendation for Chinese people to store necessities for an emergency quickly sparked scattered instances of panic-buying and online speculation of imminent war with Taiwan. (AP Photo/Ng Han Guan)
Warga China Heboh Borong Makanan/Foto: AP/Ng Han Guan
Jakarta -

Panic buying terjadi di China. Salah satu bukti terjadinya panic buying terlihat dari postingan majalah China News Weekly yang memperlihatkan antrean panjang pembeli di supermarket daerah Changzhou, Jiangsu, China.

Terlihat, troli mereka ditumpuk penuh dengan produk dan persediaan sehari-hari. Sementara rak di seluruh toko kosong.

Beberapa lansia di China juga mulai menimbun kubis. Itu memang merupakan budaya mereka dari tahun ke tahun karena menjadi salah satu bahan makanan yang dapat bertahan lama dan bisa dijadikan olahan makanan apapun saat musim dingin tiba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka rela antre berjam-jam untuk mendapatkan kubis meskipun dengan harga tiga kali lipat lebih tinggi dari tahun lalu. Disebutkan, harga setengah kilo kubis dijual dengan harga 1 yuan (16 sen AS) atau sekitar Rp 2 ribu. Selain itu, pembelian kubis pun dibatasi hanya tiga buah per orang.

"Jika hujan atau salju dan Anda tidak bisa keluar, setidaknya Anda memiliki sayuran di rumah," kata seorang nenek berusia 62 tahun saat mengantre di supermarket dikutip dari South China Morning Post, Selasa (9/11/2021).

ADVERTISEMENT

Tak hanya di supermarket, situs e-commerce Alibaba juga jadi sasaran panic buying. Berdasarkan laporan pencarian teratas internet di China untuk makanan jenis biskuit, makanan siap santap, nasi, kecap, dan saus sambal jadi tren di situs pembelian tersebut. Bahkan, beberapa di antaranya sudah kehabisan stok.

Panic buying bermula dari pemberitahuan Kementerian Perdagangan China pada 1 November 2021. Pihaknya mengarahkan pemerintah daerah untuk mendorong warganya menyiapkan kebutuhan sehari-hari seperti sayuran, minyak, sayuran termasuk unggas untuk kebutuhan dalam kondisi darurat.

Alasan pemerintah China mengeluarkan kebijakan untuk 'menimbun' kebutuhan sehari-hari itu lantaran menjelang musim dingin dan menyusul lonjakan harga sayuran, sehingga pasokan dan stabilitas harga sayuran dapat kembali stabil.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Selain itu, kebijakan tersebut juga dibuat untuk merespons virus Corona yang berkembang. Akan tetapi, kebijakan itu disambut dengan fenomena panic buying.

"Keluarga (China) didorong untuk menyimpan sejumlah kebutuhan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dan keadaan darurat," kata Kementerian Perdagangan China.

Kebijakan tersebut memicu perdebatan sengit di media online, beberapa pengguna berspekulasi bahwa seruan untuk menimbun makanan terkait dengan kemungkinan pecahnya perang dengan Taiwan, sementara yang lain mengaitkan dengan karantina (lockdown) yang akan datang karena varian COVID-19 baru.

"Pemerintah bahkan tidak menyuruh kami untuk stok barang saat wabah Covid merebak di awal tahun 2020," tulis salah satu pengguna situs jejaring sosial Weibo awal pekan ini.

Atas kondisi tersebut, Kementerian Perdagangan China menanggapi dengan meyakinkan orang-orang bahwa tidak ada ancaman terhadap pasokan makanan. Mereka juga sempat mengatakan stok pangan dalam negeri mencukupi.

Sementara itu, surat kabar Economic Daily yang dikelola pemerintah mencoba menenangkan spekulasi online dengan mengatakan bahwa maksud dari pemberitahuan itu adalah untuk memastikan orang-orang siap menghadapi karantina karena wabah virus corona baru.

"Ini akan menjadi musim dingin yang dingin, kami ingin memastikan kami memiliki cukup untuk makan," kata seorang wanita di luar supermarket Beijing.

Pusat Meteorologi Nasional China memperkirakan penurunan suhu terjadi selama akhir pekan di wilayah barat laut, barat daya, dan sebagian besar tengah dan timur.

Sementara itu, China terus melaporkan peningkatan jumlah kasus COVID-19 di beberapa provinsi. Menurut laporan, ratusan infeksi menular lokal telah ditemukan di sekitar dua pertiga provinsi yang ada di China.



Simak Video "Imbauan Timbun Makanan China, Dikira Warga Taiwan Terkait Perang"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads