Benar Nggak Sih Mafia PCR 'Bergentayangan'?

Benar Nggak Sih Mafia PCR 'Bergentayangan'?

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 12 Nov 2021 20:06 WIB
PCR Akal-akalan?
Foto: Ilustrasi PCR (Denny Pratama/detikcom)
Jakarta -

Polemik tentang tes PCR yang terus bergulir. Seiring dengan, muncul juga tudingan bahwa ada mafia yang bermain di bisnis tes PCR.

Sekjen Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab) Randy H. Teguh menegaskan, para pengusaha alat kesehatan dan laboratorium memahami bahwa bisnis yang dipilihnya sangat berkaitan dengan keselamatan manusia.

"Pasien itu adalah dalam kondisi yang disebut vulnerable. Artinya dia tidak bisa memilih, tidak bisa mengerti bisnis ini juga," tuturnya dalam acara diskusi yang digelar oleh Kadin Indonesia, Jumat (12/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan pemahaman itu, Randy yakin setiap pengusaha alat kesehatan dan laboratorium selalu mementingkan keselamatan pasien. Menurutnya hal itu yang membedakannya dengan mafia.

"Jadi yang membedakan mafia dengan profesional itu tadi, ada satu dan yang memikirkan bahwa ini buat pasien. Karena suatu saat yang akan pakai alat kita ya keluarga kita juga yang kita cintai," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Selain itu para pengusaha alat kesehatan dan laboratorium kata Randy juga memiliki kode etik. Termasuk kode etik dalam berinteraksi antar anggota agar tidak terjadi praktik monopoli.

"Dari sisi hukumnya pelaku usaha alat kesehatan dan lab itu memahami ini regulated base. Pengusahanya juga harus ada izin, ada sertifikat, untuk dapat itu banyak persyaratan yang harus dipenuhi," tegasnya.

Sayang Randy tidak secara gamblang menyebutkan siapa dan seperti apa pola mafia yang bermain di bisnis PCR saat ini. Namun dia tidak menepis bahwa ada mafia yang bermain dalam bisnis PCR saat ini.

Dia hanya menjelaskan, pada awal pandemi COVID-19 reagen yang khusus untuk COVID-19 hanya ada 1-2 merk. Oleh karena itu harga PCR saat itu sangat mahal.

"1-2 merek itu di awal bulan April. Lalu pada saat Oktober-November saat itu pemerintah melakukan pembatasan harga Rp 900 ribu, kami cek di Gakeslab saat itu hanya ada 5-10 merek, dan harganya kami cek masih sekitar Rp 400-500 ribu," ucapnya.

Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik

Sekadar informasi reagen adalah salah satu dari komponen pembentukan harga tes PCR. Sebab didalamnya ada komponen biaya SDM, overhead, administrasi dan komponen HPP lainnya. Termasuk biaya pemrosesan reagen sebelum bisa digunakan.

Randy melanjutkan, lalu pemerintah kembali memutuskan untuk menurunkan batas harga tes PCR menjadi Rp 495-500 ribu pada Agustus lalu. Saat itu menurutnya sudah ada 52 merek reagen yang tersedia dan harganya sudah turun menjadi Rp 200 ribu.

"Minggu lalu saya cek lagi merek reagen PCR yang terdaftar di Kemenkes sudah ada 80, harga juga saya lihat sudah turun lagi Rp 180 ribu," terangnya.

Nah dia menegaskan, sebagai pengusaha baik alat kesehatan maupun pengusaha lab selalu mengikuti mekanisme pasar yang bergulir. Termasuk ketika harga bahan baku menurun karena semakin banyak pilihan di pasar.

"Hadi memang agak mengerikan juga sih kalau memang ada mafia yang di luar sistem ini bergerak untuk mendorong barangnya dipakai secara sistematik," tegasnya.

Menurutnya para pengusaha lab termasuk rumah sakit sekalipun sudah berkorban dengan tetap menjalankan bisnisnya. Karena jika tidak melakukan pelayanan akan ditutup dan jika tetap menjalankan usahanya dengan batasan harga mereka tidak bisa untung.

"Dan kasihan pengusaha-pengusaha lab yang sudah ada sebelumnya, dibandingkan yang baru-baru, yang baru buka hanya karena tertarik keuntungan sesat. Mudah-mudahan menjawab mafianya yang mana. Saya nggak bisa secara jelas menyampaikannya," tutupnya.


Hide Ads