PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk harus menghadapi 800 kreditur dan lessor untuk menyelesaikan utang US$ 9,75 miliar atau Rp 138,45 triliun (kurs Rp 14.200) sehubungan dengan implementasi Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73. Saat ini pihaknya telah menyerahkan skema proposal restrukturisasi utang.
Sampai saat ini, Irfan melihat proses restrukturisasi berjalan positif. Proses negosiasi dengan para lessor disebut sudah dilakukan sejak tahun lalu, dengan hasil maskapai pelat merah tersebut bisa hemat Rp 2 triliun hasil negosiasi pada 2020.
"Banyak orang nggak tahu bahwa Garuda itu sudah saving Rp 2 triliun setahun hasil negosiasi tahun lalu. Hanya saja kedua belah pihak kita maupun lessor itu beranggapan bahwa 2021 kondisi membaik, ternyata kan tidak dan utang jadi menumpuk," kata Irfan dalam program Blak-blakan detikcom yang tayang Senin (22/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut 3 faktanya:
1. Beragam Respons Kreditur
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan respons kreditur usai menerima skema proposal restrukturisasi. Secara keseluruhan dirinya cukup optimis bahwa proses ini akan berhasil.
"Selama kondisi normal kan Garuda bayar terus, ketika pandemi ini Garuda nggak mampu bayar. Rasanya kami tahu posisi mereka, mereka juga tahu posisi kita tinggal dicari formula, kata-kata dan kesepakatan apa yang bisa dicapai," jelasnya.
Baca juga: Blak-blakan Bos Garuda, Menolak Kebangkrutan |
"Ada yang ngambek, ada yang marah, ada yang baik hati 'udah nggak usah dipikirin utang Anda, nanti kalau sudah ada kita ngomong', macam-macam lah ragamnya karena kita punya 800 kreditur," tambahnya.
Lanjutkan membaca -->