Seperti dikutip dari laporan keuangan interim yang tidak diaudit di situs perusahaan, Rabu (12/1/2022), liabilitas perusahaan hingga September 2021 jumlahnya US$ 13,02 miliar atau sekitar Rp 184,88 triliun (asumsi kurs Rp 14.200). Angka itu naik dibanding periode yang sama tahun 2020 sebesar US$ 12,73 miliar.
Liabilitas tersebut sebesar US$ 13,02 miliar terdiri dari liabilitas jangka pendek US$ 5,28 miliar dan jangka panjang US$ 7,73 miliar.
Liabilitas jangka pendek itu memuat di antaranya pinjaman jangka pendek US$ 948,57 juta, utang usaha pihak ketiga US$ 409,55 juta, utang usaha pihak berelasi US$ 282,27 juta, liabilitas jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun atas liabilitas sewa pembiayaan US$ 1,94 miliar, dan lain-lain.
Kemudian, liabilitas jangka panjang beberapa di antaranya yakni liabilitas pajak tangguhan US$ 734,43 ribu, utang pihak berelasi jangka panjang US$ 574,08 juta, liabilitas jangka panjang atas utang bank US$ 378,71 juta, liabilitas jangka panjang atas liabilitas sewa pembiayaan US$ 3,95 miliar, liabilitas jangka panjang atas pinjaman lainnya US$ 2,70 miliar.
Lebih lanjut Garuda sendiri menderita kerugian US$ 1,66 miliar atau sekitar Rp 23,57 triliun. Rugi ini naik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US$ 1,07 miliar.
Pendapatan dan penjualan hingga September 2021 sebanyak US$ 939,02 juta. Pendapatan ini turun dibanding periode yang sama tahun 2020 sebesar US$ 1,13 miliar.
Jumlah aset Garuda tercatat US$ 9,42 miliar. Aset ini juga turun dari sebelumnya US$ 10,78 miliar.
(acd/zlf)