Direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Kristalina Georgieva mengatakan bahwa kebijakan nol COVID-19 China semakin terlihat seperti 'beban' yang menghambat pemulihan ekonomi dalam negeri maupun global.
Georgieva menjelaskan bahwa meskipun kebijakan tersebut berhasil menjadi strategi pencegahan pandemi, namun kini kebijakan tersebut malah dinilai membawa lebih banyak risiko daripada manfaat.
Strategi nol COVID-19 China merupakan upaya Negeri Tirai Bambu untuk sepenuhnya menghilangkan virus melalui tindakan kesehatan masyarakat seperti lockdown, pengujian massal, dan karantina perbatasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Georgieva menilai dengan adanya varian Omicron, berarti target nol COVID-19 China tidak dengan mudah dicapai. Malahan kebijakan tersebut dinilai telah menghambat pertumbuhan ekonomi nasional dan global
"Kebijakan nol COVID-19, untuk beberapa waktu memang mengandung infeksi di China. Pembatasan yang perlu diberlakukan lebih membebani ekonomi, lebih berisiko tidak hanya untuk China tetapi juga China sebagai sumber ekonomi dunia," kata Georgieva dikutip dari CNBC, Senin (24/1/2022).
Baca juga: Ekonomi China Melesat 8,1%, Kebal Pandemi? |
Dengan munculnya varian Omicron, Georgieva mencatat bahwa penting bagi semua negara untuk menilai kembali cara terbaik untuk menangani pandemi COVID-19. Dalam kasus China, mungkin kebijakan nol COVID-19 tidak akan mampu menahan gelombang terbaru tanpa implikasi ekonomi yang parah.
"Apa yang diajarkan Omicron kepada kita semua adalah bahwa varian COVID-19 yang sangat menular mungkin jauh lebih sulit untuk dikendalikan tanpa dampak dramatis pada ekonomi," kata Georgieva.
IMF minta negara lain siapkan strategi buat ekonomi. Cek halaman berikutnya.
Simak juga 'Kasus Flu Burung H5N6 di China: 2 Meninggal, 2 Kritis':