Industri Lokal Lagi Tiarap Gegara PPKM, Jangan Sampai Dihajar Impor

Industri Lokal Lagi Tiarap Gegara PPKM, Jangan Sampai Dihajar Impor

Iffa Naila Safira - detikFinance
Kamis, 10 Feb 2022 15:17 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Dunia industri di Tanah Air dipastikan mengalami pembatasan operasional seiring dengan kebijakan pemerintah "menarik rem" guna mengadang laju penyebaran COVID-19 varian Omicron. Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 dan 2 pada sejumlah daerah industri membuat produktivitas industri menurun.

Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi perindustrian dan perdagangan, Mufti Anam, mengatakan, belum bisa diprediksi sampai kapan PPKM Level 2 dan 3 diberlakukan. Pelaku industri dalam negeri yang mengalami penurunan produktivitas harus mendapat dukungan dari pemerintah, termasuk perlindungan dari terjangan barang konsumsi impor.

"Sekarang industri kita kena PPKM. Benar ada aturan khusus, ada Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI), tetapi tetap saja tidak bisa full 100 persen. Bahkan untuk karyawan industri bagian administrasi bisa 25 persen saja yang masuk, padahal mereka supporting system penting. Jadi utilisasi pabrik pasti menurun," jelas Mufti, Kamis (10/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan produktivitas yang menurun, lanjut Mufti, dunia industri dalam negeri bisa kehilangan momentum dan peluang untuk bisa bangkit dari dampak pandemi. Sementara di sisi lain, negara-negara industri lain sejauh inni tetap menjalankan aktivitas produksi seperti biasa.

"Ini kan ibarat baru mau bangkit, eh kena PPKM lagi. Maka sebenarnya ini adalah momentum agar pemerintah benar-benar punya kebijakan yang memprioritaskan industri dalam negeri. Ada setidakya dua jalan," beber Mufti.

ADVERTISEMENT

Yang pertama, lanjut Mufti, melakukan restriksi impor barang konsumsi dengan memetakan ketersediaan barang substitusi yang telah diproduksi di dalam negeri.

"Kementerian Perdagangan harus punya petanya, jangan gampang mengizinkan impor. Harus pandai-pandai. Misalnya produk elektronik, kan sebenarnya banyak yang diproduksi di dalam negeri, tapi tetap saja kalah bersaing dengan impor. Misalnya AC, lampu, dan sebagainya. Investasi sudah di Indonesia, mestinya ada sedikit proteksilah dari pemerintah agar pasarnya berkembang, jangan langsung diadu dengan impor," ujar politisi PDI Perjuangan itu.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Langkah kedua, lanjut Mufti, adalah memperkuat kolaborasi Kemendag dan Kementerian Perindustrian untuk mendorong tumbuhnya pelaku industri dalam negeri. Dua lembaga itu harus bergerak sinergis, tidak boleh saling membelakangi.

"Kemendag berkepentingan memastikan pasokan barang tersedia di masyarakat. Tentu tidak boleh segala cara pokoknya barang ada, meskipun impor. Sementara Kemenperin berkepentingan membangun industri dalam negeri. Jadi keduanya harus sinergis," tuturnya.

"Duduk bareng, petakan barang apa ya yang impornya gede banget, misalnya AC itu impornya triliunan. Pasar AC Indonesia, sekitar 70 persen impor. Harus ada target, tahun berapa yang lokal bisa 70 persen dan yang impor justru 30 persen, misalnya. Kan kebijakannya harus saling dukung dari sisi perdagangan dan perindustrian," imbuh Mufti.

Dia menambahkan, PPKM mestinya menjadi momentum untuk merapikan kerja pengaturan perdagangan yang bisa berdampak pada penguatan industri. Dia menilai hal itu terlewat. Impor barang konsumsi tetap tinggi, bahkan tahun lalu meroket 37 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi USD 20 miliar.

"Kalau kita tidak aware pada penguatan industri dalam negeri melalui kebijakan perdagangan yang adil, ya sampai kapan pun impor tetap merajalela," pungkasnya.


Hide Ads