Ia mengakui bahwa sudah ada kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Kue ekonomi, kata dia, kini tak hanya terpusat di Jakarta melainkan sudah tersebar ke wilayah Jawa lainnya.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa Indonesia selama ini tidak mempunyai budaya menciptakan sebuah kawasan urban. Alhasil, perkembangan kawasan urban kerap kali diiringi dengan sejumlah masalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah bersepakat pindah ke urban, muncul masalah yang harus diselesaikan. Jadi imbang. Antara peluang banyak duit di kota, dengan masalah juga. Makanya stres level orang kota lebih tinggi tapi duitnya lebih banyak. Dalam kesempatan, terkandung problem," jelasnya.
Menurutnya, pagelaran G20 harus menjadi momentum untuk menyelesaikan masalah di kawasan urban. Misalnya, terkait dengan pembahasan pengembangan ekonomi hijau.
"Karena padat mobilitas, orang boros bensin, maka itu isu energi terbarukan keren banget kalau dibahas. Bisakah mobil listrik, atau bisakah mobilitas tidak bertemu dengan e-commerce dan sebagainya," katanya.
Kang Emil kemudian mengambil contoh uji coba yang dilakukan Swedia. Negara tersebut, kata dia, melakukan uji coba mengembangkan konsep ekonomi hijau bagi masyarakat urban di kota-kota mereka.
"Di Swedia ada eksperimen. Di city center mereka yang dulu sliweran mobil, ditutup enggak boleh hanya ada orang. Bisnis mereka protes. Bagaimana orang mau datang akses mobil ditutup?"
"Hasilnya kebalik. Semakin enggak ada mobil, enggak ada asap, nggak ada polusi, orang nongkrong lebih lama, lapar harus lebih banyak, jadi shopping time lebih tinggi. Jadi keberanian dengan teori itu pelan-pelan mengurangi, mobil akan menyesuaikan," tegasnya.
(acd/ara)