Jakarta -
Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya memastikan pasokan kedelai tersedia. Meski, harus mengimpor dengan harga yang tinggi.
Langkah itu ditempuh untuk memenuhi kebutuhan perajin tahu dan tempe. Bagi pemerintah, lebih baik bahan baku tersedia meski harga tinggi.
"Yang kita pastikan kedelai selalu tersedia, jadi kita importir itu tetap kita paksakan untuk impor walaupun harga tinggi. Lebih baik bahan baku ada, harga tinggi, karena pada dasarnya perajin tahu tempe nanti nggak bisa berusaha kalau nggak ada kedelainya," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan kepada detikcom, Minggu (20/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oke mengatakan, jumlah perajin tahu tempe saat ini sekitar 150 ribu. Upaya memperlancar impor kedelai dilakukan supaya ratusan ribu perajin itu bisa tetap menjalankan usahanya.
"Sampai puasa dan lebaran kita pastikan dulu importasi lancar, ketersediaan kedelai ada, sehingga 150 ribu perajin tahu tempe tetep bisa berusaha," terangnya.
Perajin tahu tempe Indonesia biasanya memanfaatkan kedelai impor dari AS terkait rasa. Lanjutnya, harga kedelai ini diperkirakan masih tinggi sampai Mei mendatang.
"Sampai bulan Mei itu harga future-nya masih di atas, bulan Juni mungkin terjadi penurunan sedikit dan akhirnya mudah-mudahan kembali lagi," ujarnya.
RI ketergantungan kedelai impor. Cek halaman berikutnya.
RI Tergantung Kedelai Impor
Tingginya harga kedelai tengah dikeluhkan para perajin tahu tempe. Sebab, itu berarti ongkos produksi menjadi tinggi. Sayangnya, tingginya harga kedelai ini sulit dihindari lantaran Indonesia tergantung pada kedelai impor.
Oke Nurwan menjelaskan, kebutuhan kedelai di tanah air 3 juta ton per tahun. Sementara, produksi dalam negeri hanya 20% dari kebutuhan.
"Kalau saya lihat dari data, kebutuhan kita 3 juta ton itu hanya bisa dipasok 20% dari dalam negeri. Dan bahkan untuk tahun ini dari BKP menyatakan, BKP itu Badan Ketahanan Pangan di Kementerian Pertanian, produksi kita itu hanya 10%, jadi 90%-nya impor," terangnya.
Dengan tingginya angka impor, kata dia, membuat harga kedelai tidak bisa dikendalikan. "Jadi kedelai ini tergantung sepenuhnya pada produk impor yang harganya nggak bisa kita kendalikan," ujarnya.
Oke melanjutkan, Indonesia rata-rata mengimpor 2,6 juta ton kedelai. Sisanya, sekitar 400 ribu ton dipasok dari dalam negeri. Itu pun jika tidak terjadi penurunan produksi.
Oke menambahkan, kebanyakan petani sendiri menjadikan kedelai sebagai tanaman sela untuk memperbaiki unsur hara tanah.
"Kebanyakan para petani kedelai selain lahannya kecil, tanamannya juga tanaman sela, untuk memperbaiki unsur hara tanah, setelah nanam padi sekian lama, setelah nanam apa sekian lama, baru satu musimnya pakai kedelai," ujarnya.
"Jadi produksi kedelai ini nggak masif, kalau kita mau swasembada kedelai harus dibuat produksi yang bagus lah dengan mekanisasi dan sebagainya," ujarnya.