Kondisi geopolitik antara Rusia dan Ukraina masih memanas. Namun kondisi ini disebut-sebut memberikan 'berkah' tersendiri untuk negara penghasil komoditas seperti China, Indonesia, Australia, dan Malaysia.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan jika kenaikan harga komoditas ini dijadikan umpan bagi para spekulan untuk menjatuhkan negara-negara yang memberi sanksi ekonomi terhadap Rusia dan Belarusia.
Kenaikan harga komoditas ini bukan disebabkan oleh penyerangan Rusia ke Ukraina, namun karena sanksi yang berlebihan dilakukan oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Inggris terhadap Rusia dan Belarusia.
"Paska sanksi ekonomi diterapkan maka para spekulan di berbagai negara melakukan aksi beli yang tak terbatas, membuat lonjakan harga komoditas yang tak wajar dan ini sebenarnya menjadi serangan telak bagi negara-negara yang memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia dan Belarusia," kata dia dalam keterangannya, Senin (7/3/2022).
Ibrahim menyebutkan, jika tak ada campur tangan pihak ketiga, maka harga komoditas tak mungkin mengalami lonjakan yang signifikan.
Apalagi sekutu Rusia, yaitu China yang kemungkinan mengikuti jejak Rusia melakukan invasi terhadap Taiwan. Selain itu Korea Utara juga sudah berancang-ancang untuk menginvasi Korea Selatan. Menurut dia, hal ini semua dampak AS, NATO, dan Inggris yang terlalu gegabah dalam memberikan sanksi ekonomi.
Di samping itu dengan lonjakan harga yang terus naik, Bank Sentral AS (The Fed) pada pertemuan 15 Maret 2022 kemungkinan menahan suku bunga sampai perang benar-benar sudah berhenti.
"Dampak dari sanksi tersebut membuat harga-harga komoditas seperti minyak mentah, emas, gas alam, batu bara, nikel dan lainnya mengalami kenaikan yang tidak wajar," jelas dia.
Harga emas dalam hitungan bulan Maret 2022 bisa menyentuh US$ 2,150 per troy ounce/logam mulia Rp 1.150.000 per gram, Minyak mentah WTI bisa menyentuh US$ 200 per barel, batu bara US$ 600 per ton, gas alam US$ 5,500. Kemudian minyak CPO RM 7,500 per ton, indeks dolar bisa tembus US$ 105, Bitcoin Tembus U$ 45,000 per keping.
(kil/ara)