Kasus utang Sea Games 1997 yang melibatkan anak Presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo terus bergulir. Bambang sampai saat ini masih ogah menggantikan uang dana talangan Sea Games 1997 beserta bunganya yang dijadikan piutang oleh negara.
Pihak kuasa hukumnya menilai utang itu bukanlah kewajiban kliennya. Maka dari itu, penagihan utang harusnya tak cuma ditujukan ke Bambang Trihatmodjo saja.
Kasus ini menyeret Bambang Trihatmodjo yang kala itu menjabat sebagai ketua umum konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997. Saat itu pemerintah memberikan dana talangan Sea Games 1997 yang kini dianggap sebagai piutang negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang diminta mengembalikan dan mengganti dana tersebut ke negara ditambah bunga 5% per tahun. Kalau dihitung-hitung tagihan itu kini sudah menjadi sekitar Rp 50-60 miliar.
Berikut ini 5 alasan Bambang Trihatmodjo ogah ganti uang dana talangan Sea Games 1997:
1. Minta Kemenkeu Setop Kasus
Pihak Bambang Trihatmodjo kini meminta agar pemerintah menutup kasus utang Sea Games 1997. Kuasa hukum Bambang, Shri Hardjuno Wiwoho mengatakan saat ini kasus utang Sea Games 1997 bagaikan sengaja dibuat untuk menyinggung pribadi Bambang Trihatmodjo sebagai anak Presiden Soeharto yang merupakan bagian dari orde baru.
"Bila pemerintah bisa bijak, bisa lihat masalah bukan pada tendensi pribadi, dan diduga kaitan Pak Bambang Trihatmodjo sebagai putra Presiden Soeharto. Apakah tidak bisa Kementerian Keuangan menutup masalah ini," ujar Hardjuno dalam konferensi pers yang dilakukan di kantornya, bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2022).
Bahkan, menurut Hardjuno sejak awal pun uang yang diberikan untuk dana talangan pun sumbernya bukan dari APBN. Melainkan, uang dari pihak swasta, tepatnya dana pungutan reboisasi dari Kementerian Kehutanan.
"Karena, bilamana kita melihat historis permasalahan ini pun, sumber dari dana talangan ini bukan dari APBN. Kita trace itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," papar Hardjuno.
Seperti diketahui, dana talangan yang jadi masalah diberikan oleh pemerintah kala itu lewat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo. Dana sebesar Rp 35 miliar diambil pemerintah dari dana reboisasi yang ditampung di Kementerian Kehutanan.
Dana talangan Rp 35 miliar ini sendiri digunakan untuk tambahan dana Sea Games 1997 yang awalnya ditetapkan hanya senilai Rp 70 miliar. Dana tambahan itu diminta KONI untuk mengurus pembinaan atlet.
2. Bukan Kewajiban Bambang Trihatmodjo
PT Tata Insani Mukti (PT TIM) ditunjuk sebagai badan hukum teknis pelaksana konsorsium mitra penyelenggara swasta. Di dalam perusahaan itu, Bambang memiliki jabatan sebagai komisaris utama tanpa memiliki saham. Lewat PT TIM, dana talangan itu diberikan oleh negara.
Atas dasar tersebut, menurut Hardjuno, sejak awal Bambang bukannya enggan membayar dana talangan yang kini ditagih sebagai piutang negara, tapi hal itu menurutnya memang bukan kewajiban Bambang. Subyek hukumnya yang menjadi penerima dana talangan pun PT TIM bukan Bambang Trihatmodjo.
Malah, ada dua tokoh lain di balik PT TIM yang harusnya ikut ditagih. Kedua tokoh ini memiliki saham di PT TIM lewat dua perusahaannya, yaitu Bambang Riyadi Soegomo dan Enggartiasto Lukita.
"Kenapa klien kami bersikukuh, bukan tidak mau bayar tapi bukan kewajibannya. Subyeknya ini PT TIM, klien kami komut tanpa pemegang saham. Pemegang saham itu ada dua perusahaan jadi pengendali. Itu milik pak Bambang Soegomo dan pak Enggartiasto," jelas Hardjuno.
Hardjuno bilang bila pemerintah pun mau menagih, jangan sampai salah alamat. Bukan Bambang Trihatmodjo saja yang harusnya bertanggung jawab. "Pemerintah silakan memiliki hak tagih tapi jangan sampai salah alamat," ujarnya.
Lanjut di halaman berikutnya.
Lihat juga video 'Pengawalan Ketat TNI-Polri Dalam Penyitaan Aset Anak Soeharto Rp 600 M':