5 Konsekuensi Serius yang Ditanggung Rusia Usai Invasi Ukraina

5 Konsekuensi Serius yang Ditanggung Rusia Usai Invasi Ukraina

Aldiansyah Nurrahma - detikFinance
Rabu, 30 Mar 2022 09:28 WIB
FILE - In this file photo taken on Friday, May 4, 2018, Russian Tu-95 strategic bombers fly past the Russian flag on the Kremlin complex during a rehearsal for the Victory Day military parade in Moscow, Russia.  South Korean air force jets fired 360 rounds of warning shots after a Russian military plane briefly violated South Koreas airspace twice on Tuesday, Seoul officials said, in the first such incident between the two countries. (AP Photo/Pavel Golovkin, File)
Foto: AP Photo/Pavel Golovkin, File
Jakarta -

Ketika Rusia menginvasi Ukraina, Negeri yang dipimpin VladΓ­mir PΓΊtin ini meyakini akan mendapat kemenangan mudah atas tetangganya itu. Tetapi ternyata di luar perkiraan, Ukraina merupakan lawan yang tangguh.

Sudah lebih dari sebulan perang Rusia dan Ukraina berlangsung. Moskow menghadapi konsekuensi yang tidak diinginkan dari agresinya di Ukraina. Mulai dari korban yang tinggi di antara pasukannya, hingga kehancuran ekonomi yang diprediksi akan terjadi selama bertahun-tahun mendatang.

Melansir CNBC, Rabu (30/3/2022), berikut lima konsekuensi serius yang diterima Rusia dari serangannya ke Ukraina:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Banyaknya Korban dari Rusia

Rusia dengan malu-malu merilis statistik tentang kerugiannya, tetapi seorang pejabat Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada Jumat lalu sebanyak 1.351 tentara Rusia telah tewas dalam perang sejauh ini, dan sebanyak 3.825 yang terluka.

Tetapi, pihak berwenang Ukraina mengklaim bahwa lebih dari 15.000 tentara Rusia telah tewas dalam konflik tersebut, sementara seorang pejabat senior NATO pekan lalu memperkirakan bahwa antara 8.000 dan 15.000 orang telah tewas.

ADVERTISEMENT

Jika akurat, angka itu sebanding dengan yang diderita Uni Soviet pada saat perang di Afghanistan pada 1980-an yang berlangsung selama 10 tahun. Saat itu Soviet hampir 15.000 tentara Soviet tewas.

Sementara itu, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan pihaknya telah mencatat total ada 1.151 kematian di antara warga sipil Ukraina, termasuk 54 diantaranya anak-anak, dan lebih dari 1.800 warga sipil yang terluka. Ia percaya bahwa angka korban sebenarnya jauh lebih tinggi.

"Sebagian besar korban sipil yang tercatat disebabkan oleh penggunaan senjata peledak dengan area dampak yang luas, termasuk penembakan dari artileri berat dan beberapa sistem peluncuran roket, serta serangan rudal dan udara," kata OHCHR.

2. Ukraina Sekarang Membenci Rusia

Salah satu kemungkinan konsekuensi dari perang ini adalah bahwa banyak orang Ukraina akan menyimpan dendam abadi terhadap Rusia, terutama setelah pemboman rumah dan infrastruktur sipil, termasuk ke rumah sakit anak-anak dan bangsal bersalin di Mariupol.

Ini secara luas dilihat sebagai kejahatan perang oleh komunitas internasional. Tapi, Rusia mengklaim tidak menargetkan warga sipil.

"Kami tidak akan memaafkan, kami tidak akan melupakan, kami akan menghukum semua orang yang melakukan kekejaman dalam perang ini di tanah kami," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Salah satu anggota parlemen Ukraina, Kira Rudik, mentweet ia melihat rumah-rumah Ukraina terbakar akibat serangan Rusia. "Membuat kami merasa lebih marah," tegasnya.

Lanjut di halaman berikutnya.

Simak Video 'Usai Dialog Perdamaian, Rusia Janji Kurangi Operasi Militer di Kiev':

[Gambas:Video 20detik]



3. Kehancuran Ekonomi

Negara-negara Barat memberikan sanksi luas kepada Rusia ke berbagai sektor bisnis. Akibatnya, ekonomi Rusia diperkirakan akan jatuh ke dalam resesi yang dalam tahun ini.

Institute of International Finance memperkirakan ekonomi Rusia akan terkontraksi sebanyak 15% pada 2022 karena perang. Selain itu, diperkirakan terjadi penurunan 3% pada 2023. Bahkan dalam sebuah catatan dikatakan perang akan menghapus lima belas tahun pertumbuhan ekonomi.

Analis di TS Lombard, Christopher Granville dan Madina Khrustaleva memperkirakan warga Rusia akan mengalami "pukulan serius" terhadap standar hidup dari kombinasi resesi dan inflasi yang tinggi. Tingkat inflasi tahunan mencapai 9,2% pada Februari dan diperkirakan telah meningkat secara nyata lebih tinggi pada Maret, dan kisaran akhir tahun bisa tembus 30-35%,"

Namun, mereka mencatat ada satu cara Rusia dapat mengurangi dampak terhadap ekonominya, yakni meningkatkan ekspor minyaknya ke China dan India.

4. Eropa Menjatuhkan Bisnis Energi Rusia

Perang juga telah mempercepat transisi Eropa dari impor energi Rusia, menempatkan lubang besar dalam bisnis minyak dan gas Rusia.

Uni Eropa, yang mengimpor sekitar 45% gasnya dari Rusia pada 2021, telah berjanji untuk mengurangi pembelian gas Rusia hingga dua pertiga sebelum akhir tahun, dan Komisi Eropa ingin berhenti membeli bahan bakar fosil Rusia sebelum 2030. Sementara itu, AS sedang mencari langkah untuk menerobos dengan memasok gas alam cairnya sendiri ke wilayah tersebut. Namun, transisinya tetap kompleks.

5. Rusia Telah Menyatukan Barat

Selama kurang lebih 22 tahun masa kekuasaan Putin, ia telah secara sistematis dan berulang kali mencoba melemahkan Barat, baik itu campur tangan dalam proses demokrasi di Amerika Serikat (dengan pemilu 2016) dan Eropa (dengan pendanaan politik sayap kanan) atau insiden serius seperti dugaan penggunaan racun saraf terhadap musuh pribadi dan politiknya.

Para ahli berpendapat bahwa kemungkinan besar Putin mengharapkan invasinya ke Ukraina memiliki efek perpecahan di Barat, tetapi justru yang terjadi sebaliknya.

"Reaksi Barat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Ini di luar dugaan," kata Anton Barbashin, analis politik dan Direktur Editorial Jurnal Riddle Russia


Hide Ads