PPATK Kumpulkan Pengganti Kerugian Negara, 2 Tahun Dapat Rp 17,3 T

PPATK Kumpulkan Pengganti Kerugian Negara, 2 Tahun Dapat Rp 17,3 T

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 31 Mar 2022 12:48 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut membantu penerimaan negara melalui penyitaan aset dari pelaku kejahatan yang merugikan negara. Tercatat selama 2018-2020 ada Rp 17,38 triliun yang berhasil dikumpulkan dari uang pengganti dan jumlah aset yang telah disita.

"Selama periode 2018-2022, PPATK turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan hasil pemeriksaan dan denda Rp 10,85 miliar, uang pengganti kerugian negara sejumlah Rp 17,38 triliun dan jumlah aset yang telah disita," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam acara PPATK 3rd Legal Forum secara virtual, Kamis (31/3/2022).

"Kami akan terus membantu teman-teman DJP yang hampir setiap hari, menyampaikan info kepada kami untuk mendapatkan hasil analisis terkait upaya yang teman-teman DJP lakukan terkait dengan pengungkapan kasus di bidang perpajakan," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ivan menjelaskan tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang.

Berdasarkan hasil penilaian risiko nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pemberantasan terorisme 2021, tindak pidana korupsi telah ditetapkan sebagai salah satu tindak pidana yang berisiko tinggi. Diikuti dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

ADVERTISEMENT

Tindak pidana di bidang perpajakan, rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme telah dibangun sejak dua dekade yang lalu melalui penerapan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2023 yang kemudian diamandemen melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.

"(Undang-Undang itu) dinilai mampu mendisrupsi aktivitas pencucian uang yang berasal dan tindak pidana korupsi, dan tindak pidana di bidang perpajakan termasuk tindak pidana pajak karbon," ujarnya.

Menurutnya, disrupsi pencucian uang melalui gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia dapat berjalan secara efektif dan optimal jika dalam efektivitasnya dilakukan secara sinergitas dan solid antara sektor publik dan sektor privat, termasuk pelaku usaha yang menghasilkan emisi karbon.

Tak hanya itu, sinergi dengan instansi penegak hukum juga perlu dioptimalisasikan dalam rangka pemulihan aset dan penyelamatan penerimaan negara yang berasal dan tindak pidana korupsi, tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana pencucian uang.

"Besar harapan kami dengan dicanangkannya dua dekade gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme pada tahun 2022, dapat mendukung optimalisasi penerimaan negara atas pajak karbon, serta mampu mendisrupsi upaya kebocoran penerimaan negara yang dikarenakan adanya aktivitas pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan," pungkasnya.

(aid/ara)

Hide Ads