Terkait hal tersebut, para pelaku usaha sedikit memprotes hal itu. Mereka mengatakan harusnya para pelanggar diberikan teguran terlebih dahulu baru dijatuhi sanksi.
Merespons protes tersebut, Adin Nurawaluddin mengatakan sanksi berupa teguran telah diatur di Pasal 9 Permen KP Nomor 31 Tahun 2021, di mana hanya diberikan apabila (1) baru pertama kali melakukan pelanggaran, (2) belum menimbulkan dampak berupa kerusakan dan/atau kerugian sumber daya kelautan dan perikanan dan/atau keselamatan dan/atau kesehatan manusia; dan/atau (3) sudah ada dampak yang ditimbulkan namun dapat diperbaiki dengan mudah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kriterianya, artinya kalau kemudian dikenakan denda, berarti kriteria tersebut tidak terpenuhi, dan perlu dipahami bahwa denda tersebut disetorkan langsung ke kas negara dan akan disalurkan kembali kepada nelayan dalam bentuk program-program pembangunan," katanya.
Sementara itu, pihaknya juga memberikan sanksi administratif yang diberikan kepada pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan cukup beragam. Sepanjang 2022 saja, KKP telah memberikan sanksi administratif kepada 60 kapal ikan Indonesia yang terbukti melakukan pelanggaran dengan rincian 6 kapal sanksi peringatan, 47 kapal denda administratif, 2 kapal dibekukan izin usahanya, 4 kapal dicabut izinnya, dan 1 kapal diproses pidana.
"Kita ingin menjamin bahwa nelayan kecil terlindungi dengan sumber daya perikanan lestari. Selama ini sanksi pidana hanya menjaring pekerja. Ini justru yang tidak adil," katanya.
Ia menjelaskan penerapan sanksi administratif ini tidak bertentangan bahkan sejalan dengan UNCLOS.
"Justru denda administratif ini solusi dari pembatasan yang diatur oleh UNCLOS bahwa pidana penjara tidak dapat dikenakan kepada orang asing di ZEEI," tutupnya.
(ncm/hns)