Diprotes Pelaku Usaha soal Penerapan Sanksi Administratif, Ini Kata KKP

Diprotes Pelaku Usaha soal Penerapan Sanksi Administratif, Ini Kata KKP

Dea Duta Aulia - detikFinance
Sabtu, 14 Mei 2022 20:10 WIB
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin
Dirjen PSDKP Laksda Adin Nurawaluddin saat mensosialisasikan pengawasan penangkapan ikan dan pengenaan sanksi administratif di Pati, Jawa Tengah (Foto: KKP)
Jakarta -

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan respons kepada pelaku usaha terkait dengan penerapan sanksi administratif kepada pelaku pelanggaran. Penerapan itu merupakan bentuk pendekatan ultimum remedium dan upaya meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.

"Penerapan sanksi administratif menjadi salah satu strategi yang mampu memberikan efek jera bagi para pelaku illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing di Indonesia," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/5/2022).

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menjelaskan pendekatan tersebut bertujuan untuk menghadirkan iklim usaha tetap kondusif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan pendekatan ultimum remedium ini maka pidana menjadi jalan terakhir, ini semangat Undang-Undang Cipta Kerja yang ada di semua sektor, artinya dengan penerapan sanksi administratif ini Pemerintah berharap iklim usaha tetap kondusif," kata Adin Nurawaluddin.

Ia menuturkan penerapan sanksi administrasi tersebut merupakan wujud dari keadilan restorative. Sehingga para pelaku yang telah merusak sumber daya laut dan perikanan wajib bertanggung jawab.

ADVERTISEMENT

"Sanksi administratif juga dipandang efektif mengingat waktu penyelesaiannya relatif cepat yaitu paling lambat 21 hari, sedangkan untuk pidana, waktu penyidikan saja sampai dengan 30 hari, belum termasuk proses penuntutan sampai dengan inkracht, di mana kemungkinan putusan dapat berbentuk hukuman penjara dan penyitaan kapal, sehingga dampak pengenaan sanksi pidana sangat signifikan yaitu dapat membuat tutupnya usaha yang dilakukan," katanya.

Sementara pengenaan sanksi administratif cenderung lebih memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk tetap melanjutkan usaha sebagaimana amanat dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Ia menambahkan besaran denda administratif disesuaikan dengan jenis pelanggaran, ukuran kapal, dan jumlah hari pelanggaran sehingga dapat memberikan efek jera serta bisa meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Seluruh aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 31 Tahun 2021.

"Tentu sangat proporsional dan adil karena mempertimbangkan jenis pelanggaran, ukuran kapal dan jumlah hari pelanggaran menjadi pertimbangan dalam pengenaan besaran denda," katanya.

Klik halaman selanjutnya >>

Terkait hal tersebut, para pelaku usaha sedikit memprotes hal itu. Mereka mengatakan harusnya para pelanggar diberikan teguran terlebih dahulu baru dijatuhi sanksi.

Merespons protes tersebut, Adin Nurawaluddin mengatakan sanksi berupa teguran telah diatur di Pasal 9 Permen KP Nomor 31 Tahun 2021, di mana hanya diberikan apabila (1) baru pertama kali melakukan pelanggaran, (2) belum menimbulkan dampak berupa kerusakan dan/atau kerugian sumber daya kelautan dan perikanan dan/atau keselamatan dan/atau kesehatan manusia; dan/atau (3) sudah ada dampak yang ditimbulkan namun dapat diperbaiki dengan mudah.

"Itu kriterianya, artinya kalau kemudian dikenakan denda, berarti kriteria tersebut tidak terpenuhi, dan perlu dipahami bahwa denda tersebut disetorkan langsung ke kas negara dan akan disalurkan kembali kepada nelayan dalam bentuk program-program pembangunan," katanya.

Sementara itu, pihaknya juga memberikan sanksi administratif yang diberikan kepada pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan cukup beragam. Sepanjang 2022 saja, KKP telah memberikan sanksi administratif kepada 60 kapal ikan Indonesia yang terbukti melakukan pelanggaran dengan rincian 6 kapal sanksi peringatan, 47 kapal denda administratif, 2 kapal dibekukan izin usahanya, 4 kapal dicabut izinnya, dan 1 kapal diproses pidana.

"Kita ingin menjamin bahwa nelayan kecil terlindungi dengan sumber daya perikanan lestari. Selama ini sanksi pidana hanya menjaring pekerja. Ini justru yang tidak adil," katanya.

Ia menjelaskan penerapan sanksi administratif ini tidak bertentangan bahkan sejalan dengan UNCLOS.

"Justru denda administratif ini solusi dari pembatasan yang diatur oleh UNCLOS bahwa pidana penjara tidak dapat dikenakan kepada orang asing di ZEEI," tutupnya.

(ncm/hns)

Hide Ads