BPS Ungkap Sayuran Impor Banjiri RI, Apa Aja Sih Barangnya?

BPS Ungkap Sayuran Impor Banjiri RI, Apa Aja Sih Barangnya?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 19 Mei 2022 15:40 WIB
Suasana Pasar Kramat Jati Jakarta
Foto: Suasana Pasar Kramat Jati Jakarta (Shafira Cendra Arini/detik.com)
Jakarta -

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyatakan telah terjadi lonjakan pada impor sayuran hingga menjadikan sayuran sebagai komoditas impor terbesar pada periode April 2022.

Apa saja sayuran impor yang beredar di Indonesia?

Menurut pantauan detikcom di Pasar Induk Kramat Jati, Kamis (19/05/2022), sebagai salah satu pusat aktivitas suplai dan distribusi bahan pangan ke pasaran, aktivitas impor sayuran terjadi pada kelompok bumbu dapur seperti bawang putih, bawang bombay, dan beberapa jenis kacang-kacangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau bawang putih memang selalu impor, tidak ada yang lokal. Lokal sebenarnya ada tapi karena kualitasnya kurang bagus, bentuknya kecil-kecil dan tidak bisa dikupas jadinya yang didistribusikan yang impor itu," ujar Purbawa, salah satu pemilik gerai di pasar tersebut.

Purbawa mengatakan bahwa bawang bombay dan bawang putih merupakan produk yang selalu diimpor karena tidak dapat diprosuksi maksimal di dalam negeri.

ADVERTISEMENT

"Selain kualitasnya kurang, menanamnya pun sulit untuk bawang putih. Kalau bawang bombay memang tidak ada yang produksi lokal,"

Purbawa menambahkan kalau semua bawang putih diimpor dari China. Sedangkan bawang bombay diimpor dari beberapa negara New Zeland, Holland, Tasmania, bahkan Rusia, tergantung dari penjadwalannya.

"Dulu wortel juga diimpor, tapi kalau sekarang sudah ada larangan dari pemerintah. Wortel lokal pun sekarang kualitasnya bagus sekali, ini diambil dari Medan," ujar Purbawa.

Pedagang Pasar Kramat Jati Lainnya, Aya juga turut mendukung pernyataan Purbawa.

"Semua bawang putih dan bombay pasti impor, tidak ada yang lokal. Cabai kering ini juga impor," ujar Aya.

Tidak hanya itu, komoditas lain seperti kacang-kacangan pun didominasi oleh produk impor. Buka halaman selanjutnya untuk dapat informasi lebih lengkap ya.

Salah seorang pedagang lainnya, Rifal menyatakan bahwa kacang yang dijual di tokonya kebanyakan diimpor.

"Ada kacang hijau, kacang tulo, dan kacang tanah. Kalau kacang tanah ini pasti impor, jarang ada yang lokal," ujar Rifal kepada detikcom.

Rifal juga mengatakan bahwa ada beberapa kacang yang tersedia versi lokalnya seperti kacang hijau, namun ada juga yang memang tidak tersedia atau di produkai di dalam negeri sehingga harus impor.

"Kalau kacang hijau lokal biasanya dari Kalimantan, kalau impor asalnya dari Bhirma. Kalau kacang tolo kalau tidak salah dari australia. Sedangkan kacang tanah itu dari India," ujar Rifal.

Pernyataan Rifal didukung oleh Dani, salah seorang pedagang lainnya yang juga menjual kacang-kacangan.

"Kacang tanah memang impor dari India. Ada juga dari Tuban yang versi lokal, tapi itu lebih mahal harganya dan ketersediannya juga kurang. Untuk kacang tulo juga selalu impor, versi lokalnya juga jarang ada," ujar Dani.

Dani juga menambahkan kalau tidak hanya kacang, bumbu dapur lainnya pun banyak sekali yang di impor, baik karena bumbu tersebut tidak tersedia versi lokalnya maupun hanya sebagai tambahan ragam bahan.

"Seperti ketumbar itu pasti impor, baik dari Maroko maupun India," ujar Dani.

Impor bahan pangan masih terus dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang tidak tersedia di dalam negeri sehingga dapat dikatakan bahwa kini Indonesia masih ketergantungan pada impor bahan pangan.

Sebelumnya, disampaikan Kepala BPS Margo Yuwono, ada lonjakan pada impor sayuran hingga menjadikan sayuran sebagai komoditas impor terbesar pada periode April 2022.

"Impor terbesar berasal dari sayuran sebesar US$ 63,6 juta atau meningkat 111,78%. Negara asal barangnya sayuran ini dari Tiongkok (China), Myanmar, dan Mesir," kata Margo dalam konferensi pers, Selasa (17/5/2022).

Tidak hanya sayuran, lonjakan impor juga terjadi pada komoditas biji dan buah mengandung minyak dengan pertambahan sebesar US$ 45 juta untuk biji, dan sebesar US$ 44,1 juta pada komoditas buah.


Hide Ads