Startup atau perusahaan rintisan di bidang teknologi kompak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK ini dilakukan kepada ratusan karyawan startup seperti Zenius, LinkAja, SiCepat, hingga JD.ID.
Zenius dikabarkan memberhentikan lebih dari 200 karyawannya baru-baru ini. Dalam waktu yang berdekatan, LinkAja, SiCepat dan JD.ID melakukan hal yang sama, meskipun jumlahnya tidak diketahui pasti. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, PHK yang terjadi di startup disebabkan oleh dua hal.
"Pertama mereka ingin melakukan restrukturisasi karena ada skenario bisnis. Yang kedua, memang pencapaian kinerja lagi kurang bagus sehingga mereka melakukan efisiensi," katanya kepada detikcom, dikutip Kamis (2/6/2022).
Sebelum mengambil langkah PHK, lazimnya startup yang sedang mengalami penurunan kinerja itu telah berupaya melakukan perubahan, namun tidak ada hasil. Maka skenario yang diambil adalah PHK.
"Tapi intinya dalam hal ini, hak-hak pekerja jangan sampai dihilangkan apalagi untuk perusahaan BUMN," jelas Tauhid.
Tauhid menambahkan, saat ini fenomena ledakan gelembung atau bubble burst memang sedang melanda startup-startup di Indonesia. Bubble burst bisa diketahui dari kinerja perusahaan yang kurang baik.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan penyebab PHK besar-besaran di startup karena alami kesulitan pendanaan setelah rencana bisnis terpengaruh pandemi COVID-19 dan penurunan pengguna yang signifikan.
Meski selama pandemi COVID-19 terjadi lonjakan pengguna internet, tidak semua merata dirasakan oleh startup. Akhirnya banyak startup kesulitan mendapatkan pendanaan baru dan investor makin selektif dalam memilih startup.
Pengusaha terkemuka Hary Tanoesoedibjo menyebut jika hari keemasan startup sudah mulai berakhir. "The golden days of startup are already over," kata Hary Tanoe di laman Instagramnya.
Hary Tanoe menjelaskan indikator bisnis yang sehat bisa dilihat dari arus kas atau kondisi keuangan yang positif.
Startup sendiri biasanya disokong dana oleh investor. Dana tersebut lalu banyak digunakan untuk 'bakar uang' demi menggaet konsumen baru dengan cepat. Sayangnya, tak semua langkah tersebut berhasil.
Nah, hal inilah yang membuat investor yang tadinya fokus pada daya tarik startup, tak mau lagi menambah investasinya. Kondisi ini mempengaruhi arus kas dan harus mengurangi pengeluaran antara lain adalah untuk biaya karyawan.
Tonton juga Video: Sejumlah Eks Pegawai BPPT Kena PHK, Komnas HAM Bakal Panggil BRIN
(dna/dna)