Buluk eks Superglad Diduga Tipu-tipu Investasi, Ini Cara Biar Tak Jadi Korban

Buluk eks Superglad Diduga Tipu-tipu Investasi, Ini Cara Biar Tak Jadi Korban

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 06 Jun 2022 19:45 WIB
Ilustrasi investasi bodong
Foto: Dok.Detikcom
Jakarta -

Belakangan tersiar kabar mengenai tindak penipuan investasi yang dilakukan oleh Lukman Laksmana atau yang lebih dikenal dengan Buluk eks Superglad. Buluk diduga kabur membawa uang senilai Rp 2,4 miliar milik 13 korban yang telah ditipu olehnya.

Ditambah lagi, sejak 12 Mei 2022 sampai saat ini Buluk tidak diketahui keberadaannya. Salah satu korbannya yang bernama Besty Irawan Sinaga mengaku bahwa penggelapan uang ini berkedok kerjasama dalam bisnis beras Bulog.

Melihat fenomena ini, penting untuk kita melihat bahwa pengambilan keputusan dalam aktivitas investasi memiliki banyak pertimbangan, termasuk seberapa besar resiko yang siap ditanggung. Meski demikian, bukan berarti kejadian yang menimpa salah satu public figure ternama ini menjadi penghalang bagi kita, terutama orang awam, untuk mulai berinvestasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum berinvestasi, antara lain profil usaha, legalitas, dan pengetahuan mengenai produk.

"Kalau investasi pasti harus tau profil risikonya, apakah konservatif, moderat, atau agresif. Kalau konservatif ga berani masuk ke saham dan tidak disarankan untuk trading saham karena hasilnya bisa bagus. Kalau moderat berarti memilih produk-produk moderat. Untuk yang memilih produk agresif, itu risikonya lebih besar," ujar Tejasari.

ADVERTISEMENT

Tejasari juga menambahkan kalau kita juga perlu memilih produk yang sudah jelas legalitasnya supaya aman. Seperti misalnya dari Bank atau platform-platform yang jelas latar belakangnya.

"Selain legalitas, pengetahuan mengenai produk juga sangat penting untuk dimiliki, harus mengerti tentang investasinya. Misalnya kalau mau trading forex apa yang harus dilakukan dan dipelajari, langkah-langkahnya bagaimana, dan kita bisa bukanya dimana," tutur dia.

Dirinya juga menambahkan kalau prinsip investasi itu pasti high risk high return, pun dari sana lah kita perlu mendalami seperti apa resiko yang akan dihadapi dan cara menyiasatinya.

"Namanya investasi pasti ada resiko, itu harus kita pelajari. Dan kita bisa menyiasati resikonya itu. Apakah kita berani mengambil resiko tersebut atau tidak," ujar Tejasari.

"Satu lagi, mulainya dalam jumlah yang sedikit. Kita masih awam nih mulainya dari yang kecil dulu jangan langsung gede. Misal saham turunnya tuh masih dalam tahap yang bisa kita terima. Jangan sampai malah kita nanti jadi takut dan nggak jadi belajar. Trial dan error untuk memahami risikonya juga," tambahnya.

Mendukung pernyataan dari Tejasari, Perencana ekonomi Andy Nugroho mengatakan bahwa untuk yang baru mau memulai investasi, hal pertama yang harus diperhatikan ialah mengenali profil kita menerima resiko seperti apa. Hal tersebut dikarenakan tidak semua produk cocok untuk semua orang.

"Ada yang agresif, dan konservatif, atau moderat. Dengan mengenal sebenarnya kita itu profilnya seperti apa, itu akan membantu menemukan produk yang cocok untuk kita seperti apa," ujar Andy.

Lanjut di halaman berikutnya.

Selain itu, Andy juga menambahkan kalau kita juga mesti menentukan berapa lama dan berapa banyak dana yang akan kita sisihkan. Ia memberikan contoh seperti perbedaan antara investasi jangka pendek untuk membeli rumah 3 tahun lagi dan investasi jangka panjang untuk dana pensiun tentunya akan berbeda produknya.

"Besarannya juga dana yang bisa kita sisihkan. Istilahnya saya mau investasi di reksadana untuk properti pasti modalnya berbeda dengan produk lain. Pun pajaknya juga dari produk yang akan kita pilih," ujar Andy.

"Pastikan ketika kita mau invest, itu uang dingin, bukan uang untuk pokok kita. Tapi uang kelebihannya, istilahnya sekalipun uang ini ga ada tetap kita bisa memenuhi kebutuhan hidup. Sebaiknya juga jangan berinvestasi di satu tempat saja tapi mesti dipecah-pecah," tambahnya.

Andy juga mengingatkan bahwa salah satu tantangan di investasi jaman sekarang ialah tren yang membuat masyarakat FOMO (Fear of Missing Out).

"Jangan merasa ketinggalan atau jadi ga ngetren, santai aja. Yang manamanya investasi itu pertimbangannya banyak. Tetap kita harus belajar produknya seperti apa. Termasuk bahkan jangan termakan janji-janji surga.

Andy juga mengingatkan, dalam hal melihat seorang influencer yang mempromosikan produk, tetap kita harus pelajari dulu produk tersebut.

"Kenapa biasanya orang jangan sekarang untung tapi buntung yaitu pertama FOMO, terbawa influencer, atau terbawa orang terdekat. Tetap kita harus gunakan konsep logis dan legal," ujar dia.

Seperti yang selalu disampaikan oleh Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing kepada masyarakat, dimana sebelum berinvestasi kita harus mengingat prinsip 2L yakni legal dan logis. Hal ini dilakukan demi membantu masyarakat agar tidak terjerat investasi bodong.



Simak Video "Video: Kata Dirut BPJS Kesehatan soal Rencana Kenaikan Iuran Tahun 2026"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads