Kementerian Perhubungan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang kepelautan. Inovasi pendidikan dan pelatihan pun dilakukan dengan cara menyelenggarakan Standards of Training, Certification and Watchkeeping (STCW) dan non-STCW melalui metode pembelajaran Asynchronous di berbagai daerah.
Melalui Balai Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BP3IP) Jakarta sebagai salah satu lembaga pendidikan di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP), STCW dan non STCW dengan metode pembelajaran Asynchronous disosialisasikan kepada pihak terkait dan pelaut-pelaut yang ada di Kota Batam dan sekitarnya.
Kepala BPSDMP Djoko Sasono mengatakan bahwa pelaut merupakan salah satu profesi yang paling besar kontribusinya di masa pademi COVID-19 di mana terjadi kelangkaan beberapa komoditas yang menuntut pergerakan arus barang harus tetap berjalan.
Indonesia, menurutnya, merupakan salah satu negara terbesar di dunia yang menyuplai pelaut untuk kapal-kapal yang berlayar di seluruh dunia baik itu kapal niaga maupun kapal asing. Sebagai penyedia SDM, BPSDMP dituntut melahirkan pelaut yang handal dan memiliki kompetensi yang mumpuni.
"Untuk ini saya mendorong seluruh unit kerja di bawah BPSDMP khususnya BP3IP Jakarta agar secara terus menerus secara konsisten untuk berinovasi dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang kemaritiman dengan memanfaatkan kemajuan teknologi saat ini sehingga dapat memudahkan seluruh pelaut meningkatkan kompetensinya," kata Djoko dalam keterangan tertulis, Jumat (10/6/2022).
Ia juga melihat bahwa pelatihan ini sangat bagus serta harus dikembangkan. Tidak hanya itu, Djoko juga meminta BP3IP Jakarta meningkatkan kolaborasi dengan industri agar kegiatan pendidikan dan pelatihan dapat link and match dengan kebutuhan kompetensi yang diperlukan oleh industri pelayaran.
"Saya berharap BP3IP Jakarta dapat mengembangkan program ini bukan saja di Batam, tetapi juga ke kantong-kantong pelaut lainnya sehingga para Pelaut tidak perlu lagi ke Jakarta hanya mengganti sertifikatnya yang mungkin harga penggantian sertifikatnya tidak mahal, tetapi menjadi mahal dikarenakan ada biaya transportasi dan biaya kos bila harus ke Jakarta atau ke Diklat yang terdekat," kata Djoko.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
(ara/ara)