Alibaba sebuah perusahaan e-commerce terbesar di China pernah menjadi salah satu tempat tujuan investasi yang paling tenar di negara itu.
Namun, semakin berkembangnya pasar e-commerce membuat Alibaba sedikit terganggu. Banyaknya pemain baru membuat kue bisnis terbagi-bagi. Alibaba tak lagi bisa menikmatinya sendiri.
Hal ini tercermin dari kinerja saham perusahaan kompetitor mengalami peningkatan. Contohnya saham Pinduoduo naik lebih dari dua kali lipat. Saham Meituan naik 80% dan saham JD naik lebih dari 50% di Hong Kong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saham Alibaba masih mengalami kenaikan tapi hanya sekitar 42% di Hong Kong dan 33% di New York. Tak setinggi perusahaan-perusahaan lainnya.
Analis Bernstein Robin Zhu dalam laporan risetnya menyebut pasar masih tetap mengincar JD, Meituan, Pinduoduo dan Kuaisho. "Pasar masih berminat pada Alibaba, terutama investor asing. Namun untuk Tencent masih negatif," ujar dia dikutip dari CNBC, Kamis (23/6/2022).
Bernstein menjelaskan sekarang pasar lebih condong ke arah saham perusahaan e-commerce, pengiriman makanan, game, media dan hiburan.
Memang saat ini volume transaksi perdagangan di e-commerce tidak sekencang tahun-tahun sebelumnya. Dari catatan Reuters disebutkan volume transaksi festival belanja JD.com naik 10,3% menjadi US$ 56,61 miliar. Ini merupakan pertumbuhan yang paling rendah.
Penyebabnya adalah lockdown yang mengganggu proses produksi dan diimbangi permintaan konsumen yang rendah. Fitch dalam laporannya menyebut jika pertumbuhan bisnis ritel online tahun ini akan lebih lambat dibanding tahun 2020 dan 2021.
Diperkirakan penjualan ritel China hanya tumbuh satu digit. Lebih rendah dibanding 2021 yang tumbuh 12,5%.
Saat ini memang banyak perusahaan yang menjadi rival Alibaba seperti Kuaishou dan Douyin, TikTok Shop. Bulan lalu Douyin dari ByteDance menyebut GMV e-commercenya lebih dari tiga kali lipat pada tahun lalu.
Lihat juga video 'Alibaba Dijatuhi Denda Rp 40,49 Triliun Oleh Pemerintah China':