Sebagai perbandingan saja, saat sebelum ada jalan tol Trans Jawa momen mudik lebaran jadi favorit Apen. Namun sekarang, mudik lebaran pun tak menghasilkan apa-apa karena hampir semua kendaraan lewat tol. Apen cuma dapat sisanya, 'pasien' pemotor yang tak banyak memberikan keuntungan.
Padahal sebelum era tol Trans Jawa dan Jalur Pantura masih ramai, setiap momen mudik lebaran Apen bisa mendapat banyak 'pasien'. Tak jarang ada mobil yang sampai turun mesin di bengkelnya. Biaya servis dan onderdil yang besar bisa memberikan dirinya keuntungan besar.
"Sekarang kalau mudikan tuh malah sepi, mobil-mobil nggak ada yang lewat sini, lewat tol. Paling sepeda motor doang, untungnya sedikit. Kalau dulu ya, waktu mudikan belum ada Cipali mah seenggaknya tuh ada yang sampai turun mesin di sini," kisah Apen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Apen juga mengakui banyak sekali suku cadang dan onderdil yang tak laku-laku. Bila dilihat dari etalase bengkelnya memang benar, banyak sekali suku cadang bertumpuk bahkan sampai berdebu.
Bicara pendapatan, Apen sudah enggan berhitung. Saat ditanya dia cuma bilang setengah pendapatannya bahkan lebih telah berkurang setelah kemunculan Tol Trans Jawa. "
"Omzet ya jauh beda sekali. Nggak bisa lagi kita hitung berapa-berapanya, kadang banyak, kadang dikit. Pokonya beda. Ya kalau setengahnya ada, kayaknya lebih lah turunnya," cerita Apen.
Apen kini bertahan dengan cara menyiasati sepinya bengkel dengan menyambi bekerja sebagai petani. Bila tidak begitu, menurutnya tak bisa lagi dia bertahan hidup. Ladangnya tak luas-luas amat, cuma punya sendiri.
![]() |
Pagi dia ke sawah, siang ke sore baru lah menjalankan bengkelnya. Hasilnya lumayan, Apen menjelaskan dengan modal Rp 7-8 juta sekali tanam dirinya bisa mendapatkan Rp 13-15 juta saat menjual hasil panennya.
"Yah lumayan buat nambah-nambah bengkel. Kalau kita malas nggak dapat apa-apa," tegas Apen.
Bersambung ke halaman selanjutnya.