Salah satunya adalah warung 'Nella Karoke', letaknya persis di samping lapak Herman. Warung itu nampak tutup, dan bangunannya yang semi permanen ditinggalkan begitu saja tak terurus.
Rizal, pria paruh baya yang tinggal di samping warung itu mengaku sebagai penjaga Nella Karoke. Katanya, warung itu milik saudaranya, saat masih buka Rizal jadi pengelolanya. Warung telah tutup semenjak jalan tol Trans Jawa mulai dibuka karena sepi pengunjung.
"Tutup ini dari 2019, pas Cipali dibuka. Sepi sekarang susah pengunjungnya. Sebelum Cipali sama COVID-19 mah rame. Nggak ada yang mau berhenti orang sekarang," kata Rizal saat berbincang dengan detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat warung masih buka, dia digaji sampai Rp 500.000 per hari. Namun kini, Rizal pindah profesi jadi perawat ayam sambil menjaga bangunan Nella Karoke.
Saat ini pria itu tinggal di kandang ayam yang ada di samping bangunan Nella Karoke. Dia diamanatkan untuk menjaga dan merawat ayam jago, katanya ayam-ayam yang dirawat adalah ayam petarung untuk diadu.
Dia mendapatkan uang saat ayam-ayam yang dia rawat diadu dan menang. Kalau tidak menang, maka tak dapat apa-apa. Rizal juga setiap minggu diberikan uang perawatan, dari situ dia bisa membaginya untuk biaya hidup.
"Saya rawat ayam orang aja, dikasih duit perawatan Rp 100.000 kadang lebih. Di situ saya bagi buat makan sehari-hari. Kalau ayam di sini menang, dapat bagian," jelas Rizal.
Dampak tol Trans Jawa terhadap ekonomi Pantura memang sangat berasa. Bahkan bukan cuma kepada pengusaha kecil macam Apen dan kawan-kawan, Juandi seorang supervisor SPBU di kawasan Mundusari, Subang juga ikut mengeluhkan dampak dari Tol Trans Jawa yang membuat Jalur Pantura jadi sepi. Bisnis yang dilakukan Juandi bisa dibilang usaha menengah besar.
Menurut kisahnya, semenjak Tol Trans Jawa dibuka, pembeli bensin di tempatnya makin berkurang. Penjualan pun sempat menurun. Pasalnya, sebelum era Tol Trans Jawa banyak perusahaan otobus yang melakukan kerja sama pembelian bensin di SPBU yang dikelolanya.
Nah saat ini semua bus 'lari' ke jalan tol. Juandi bilang pihaknya cuma dapat sisa, dampak dari tol kepada ekonomi Pantura benar-benar tak terhindarkan menurutnya. Pembeli bensin di tempatnya kini cuma kendaraan warga sekitar dan juga angkutan barang. Untuk angkutan barang pun perlu usaha tambahan dengan membuat kerja sama kontrak penyediaan bensin.
"Dampaknya memang tak terhindarkan lagi ya Cipali itu. Memang berdampak banget kita cuma dapat sisa-sisaan lah istilahnya," kata Juandi saat ditemui detikcom di kantornya.
Juandi bilang omzet SPBU turun sampai 20% saat ini bila dibandingkan dengan kondisi saat sebelum ada Tol Trans Jawa.
Mirisnya lagi adalah saat momen mudik lebaran, khususnya di tahun ini pada saat ekonomi mulai bergeliat setelah pandemi. Saat memasukinya momen mudik, pihaknya sudah bersiap dengan menaikkan target penjualan. Nyatanya, target itu tak sedikitpun tercapai. Kenaikan penjualan memang terjadi namun tak signifikan.
Pasalnya, yang lewat Jalur Pantura hanya lah sepeda motor alias kendaraan roda dua. Padahal, harapannya adalah banyak kendaraan roda empat alias mobil yang masih memilih Jalur Pantura untuk hindari macet di tol.
Kendaraan roda empat lebih besar pembeliannya daripada kendaraan roda dua, dengan begitu harapannya omzet bisa bertambah. Sayangnya, kendaraan roda empat yang lewat Jalur Pantura justru sedikit.
"Terakhir mudik dibolehkan Alhamdulillah, memang bisa ramai di jalan. Cuma kemarin itu nggak ada roda 4, motor semua. Roda 4 full tol. Padahal kan harapan kita roda 4 kan ya. Target penjualan bensin naik tapi ternyata nggak seberapa naiknya," kisah Juandi.
Cerita paling sedih adalah Juandi harus merelakan 'mesin' pencetak uangnya untuk ditutup imbas dari sepinya Jalur Pantura saat Tol Trans Jawa dibuka. SPBU yang dikelola Juandi, dahulu punya aset berupa rumah makan yang cukup ramai pengunjungnya.
Semenjak ada Jalan Tol Trans Jawa yang membuat Jalur Pantura sepi rumah makan itu langsung ditutup. Juandi menjelaskan di masa jayanya, andalan rumah makan di Jalur Pantura sebetulnya adalah kerja sama dengan perusahaan otobus. Bus-bus akan mampir, kemudian memberikan waktu bagi penumpangnya untuk istirahat dan makan siang.
Namun, dengan adanya tol Trans Jawa, bus beralih ke jalan tol. Istirahat dan makan siang pun dilakukan di rest area yang ada di dalam jalan tol. Rumah makan di Pantura pun terpaksa tutup karena kehilangan pengunjung.
"Ini kelolaan kita langsung. Itu lahan bangunan kita kelola sendiri. Sebelumnya rumah makan itu kita kerja sama dengan bus-bus. Memang dampak Cipali, pas Tol Cipali buka 2015-an, perekonomian rumah makan di Subang dan Pantura itu banyak tutup. Karena bus itu kan pindah ke tol semua tadinya di Pantura," curhat Juandi.
Cukup berat rasanya bagi Juandi untuk menutup rumah makan. Meskipun usaha SPBU bukan usaha kecil, tapi menurut Juandi pemasukan tambahan dari rumah makan cukup besar bagi omzet SPBU-nya. Saat rumah makan tutup, 15% potensi pendapatan lenyap.
(hal/dna)