Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 42/2022 tentang Mekanisme Penyelenggaraan Pendirian dan/atau Penempatan Bangunan dan Instalasi di laut. Kepmen ini dikeluarkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam mengurus izin pemanfaatan ruang laut.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo menerangkan secara umum aturan tersebut berisi proses bisnis diagram alir tahapan yang harus dilalui pelaku usaha jika ingin membangun bangunan dan/atau instalasi di laut.
Beleid tersebut terbit berdasarkan arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam rapat koordinasi tingkat menteri pada akhir Januari 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Walaupun peraturan perundangan ini berbentuk Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, namun dapat dijadikan payung hukum untuk seluruh Kementerian dan Lembaga yang terkait dalam perizinan bangunan dan/atau instalasi di laut. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya, pembentukan Keputusan Menteri ini melibatkan seluruh Kementerian dan Lembaga, bahkan dengan stakeholder terkait," ujar Victor dalam keterangan tertulis, Senin (18/7/2022).
Sementara itu, Direktur Perencanaan Ruang Laut Ditjen PRL KKP Suharyanto menambahkan beleid tersebut menjadi regulasi kedua yang diterbitkan KKP. Secara spesifik beleid mengatur penataan di ruang laut sesuai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sebelumnya KKP menerbitkan Kepmen KP Nomor 14 Tahun 2021 tentang Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut.
"Proses sesuai Kepmen Nomor 42 Tahun 2022 ini kelebihannya tidak menjadikan pelaku usaha wira-wiri antar kementerian lembaga yang tidak efisien secara waktu dan biaya. Karena sebelumnya kementerian lembaga terkait telah duduk bersama untuk melakukan pembahasan dan akhirnya memperoleh satu kesepakatan bahwa proses ini harus dilalui secara terintegrasi," kata Suharyanto.
Suharyanto menjelaskan pemanfaatan ruang laut memang harus diatur oleh pemerintah mengingat tingginya aktivitas yang berlangsung di dalamnya, meliputi kegiatan di permukaan, kolom, bahkan di dasar lautan.
Tingginya aktivitas yang tanpa dibarengi regulasi akan berpotensi memicu terjadinya konflik kepentingan bahkan dapat merusak ekosistem laut itu sendiri.
"Jadi mekanisme penyelenggaraan pemanfaatan ruang laut yang koordinatif dan terintegratif diperlukan untuk memberi kepastian hukum dan keberlanjutan ekosistem laut," tegasnya.
Di sisi lain, Asisten Deputi Pengelolaan Ruang Laut dan Pesisir Kemenkomarves, Muh. Rasman Manafi berharap adanya sosialisasi yang masif ke para pelaku usaha termasuk ke kementerian dan lembaga pemerintah lainnya. Hal ini karena masih banyak pihak yang belum memahami proses bisnis penataan bangunan dan instalasi di laut.
Selain itu bangunan dan instalasi di laut memiliki cakupan fungsi yang sangat luas. Tidak hanya yang berkaitan dengan bangunan seperti hunian maupun anjungan lepas pantai, tapi juga terkait telekomunikasi, pelayaran, wisata bahari, instalasi ketenagalistrikan, penyediaan sumber daya air, hingga pertahanan dan keamanan negara.
"Kalau kita lihat fungsi (bangunan dan instalasi di laut), sedikitnya ada 15 fungsi seperti hunian, pelayaran dan sebagainya. Ini perlu dikoordinasikan dengan baik karena kewenangan dan tutsi dan kementerian lembaga," tuturnya.
Klik Selanjutnya