Wanti-wanti Ketua MPR soal Ancaman Krisis Ekonomi Global

Wanti-wanti Ketua MPR soal Ancaman Krisis Ekonomi Global

Jihaan Khoirunnisaa - detikFinance
Selasa, 09 Agu 2022 09:03 WIB
Bamsoet
Foto: MPR
Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk bersiap menghadapi ancaman krisis global pada 2023. Hal ini menyusul kenaikan harga komoditas yang semakin tinggi, normalisasi kebijakan moneter negara maju yang agresif, konflik Rusia-Ukraina, serta kemungkinan terjadinya ketegangan baru di Taiwan.

Menurut Bamsoet saat ini situasi dunia telah memasuki 'lampu kuning'. Sebagaimana yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD beberapa hari lalu. Jokowi menyebut berdasarkan prediksi IMF dan World Bank akan ada 66 negara yang ambruk ekonominya akibat perang dan krisis pangan.

"Menurut survei Bloomberg, tingkat risiko resesi Indonesia memang kecil, hanya 3%. Jauh lebih kecil dibandingkan berbagai negara besar dunia lainnya, seperti Amerika 40%, Selandia Baru 33%, Korea Selatan 25%, Jepang 25%, maupun China 20%. Namun antisipasi terhadap potensi krisis ekonomi global tetap perlu dipersiapkan dari sekarang. Sehingga kita bisa mengantisipasi sejak dini berbagai kemungkinan yang terjadi," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (9/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mencontohkan situasi Amerika Serikat yang telah mencatat tingkat inflasi tahunan sebesar 9,1% pada Juni 2022 lalu. Angka ini merupakan level tertinggi sejak 1980-an, dan berada jauh di atas target inflasi di level 2%.

Selain kondisi internal di Amerika, kata Bamsoet, ketidakpastian geopolitik global seperti masih berlanjutnya konflik Rusia dan Ukraina, dan potensi munculnya ketegangan baru di Taiwan, juga berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian nasional.

ADVERTISEMENT

"Kondisi dunia yang semakin dihadapi perubahan iklim juga turut memperluas kebijakan proteksionisme, terutama di sektor pangan dan energi. Mengantisipasinya, kita harus segera mengintensifkan pertanian di dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung kepada impor. Misalnya, meningkatkan luas tanam sorgum di dalam negeri sebagai pengganti gandum ekspor," jelas Bamsoet.

Menurutnya, Indonesia juga harus mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia. Proyeksi Energy Information Administration (EIA) pada awal April 2022 lalu memperkirakan harga minyak mentah Brent untuk keseluruhan di tahun 2022 bisa mencapai US$ 98 per barel. Jumlah ini disebutnya melampaui asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar US$ 63 per barel. Sedangkan di sisi lain, Presiden Joko Widodo menyatakan beban subsidi untuk BBM, Pertalite, solar, dan LPG sudah mencapai Rp 502 triliun.

"Jika kenaikan harga minyak dunia semakin tinggi, kemampuan fiskal kita yang sudah cukup terbatas untuk menyediakan tambahan subsidi guna meredam potensi inflasi, menjadi semakin berat," katanya.

"Mengantisipasinya pemerintah perlu mempertimbangkan perubahan skema pemberian subsidi energi. Dari yang selama ini berbasis pada komoditas dan bersifat terbuka, diubah menjadi subsidi yang diberikan secara langsung kepada orang yang tidak mampu yang menurut laporan BPS jumlah penduduk miskin per September 2021 sekitar 26,5 juta orang," pungkas Bamsoet.

Simak juga Video: Sri Mulyani Sebut RI Jadi Negara yang Cepat dalam Pemulihan Ekonomi

[Gambas:Video 20detik]




(prf/ara)

Hide Ads